SuaraJatim.id - Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata meninggal dunia di Rumah Tahanan Bareskrim Polri, Senin (08/02/2021) malam. Ia meninggal dunia karena sakit.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan seputar meninggal-nya Ustadz Maaher ini. Berkas kasus Maaher, kata Argo, saat ini sudah masuk tahap II di Kejaksaan.
Statusnya sendiri, kata dia, sekarang sudah menjadi tahanan Jaksa. Namun sebelum penyerahan berkas tahap II ke Kejaksaan, Maaher sempat mengeluh sakit. Dokter sempat membawanya ke RS Polri Said Soekanto di Jakarta Timur.
"Jadi perkara Ustadz Maaher ini sudah masuk tahap II dan menjadi tahanan jaksa," kata Argo saat dihubungi di Jakarta, seperti diberitakan Antara, Senin (08/02/2021) malam.
Baca Juga:Nikita Mirzani Ucapkan Duka Cita Meninggalnya Ustadz Maaher
"Setelah diobati dan dinyatakan sembuh, yang bersangkutan dibawa lagi ke Rutan Bareskrim," ungkap dia.
Kemudian setelah barang bukti dan tersangka diserahkan ke jaksa, Maaher kembali mengeluh sakit.
Petugas rutan dan tim dokter pun kembali menyarankan agar Maaher dibawa ke RS Polri untuk mendapatkan perawatan, tapi Maaher tidak mau hingga akhirnya ustadz tersebut mengembuskan napas terakhirnya di Rutan Bareskrim.
"Soal sakitnya apa, tim dokter yang lebih tahu," tutur Argo.
Sebelumnya pada awal Desember 2020, penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Ustadz Maaher At-Thuwailibi alias Soni Eranata terkait unggahan ujaran kebencian di akun media sosial Twitter @ustadzmaaher_.
Baca Juga:Ustadz Maaher Dimakamkan di Ponpes Daarul Quran Atas Penawaran Yusuf Mansur
Maaher ditangkap untuk menindaklanjuti adanya laporan polisi bernomor LP/B/0677/XI/2020/Bareskrim tertanggal 27 November 2020. Maaher ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan penghinaan terhadap Habib Luthfi.
Dia dijerat Pasal 45 ayat (2) Juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.