SuaraJatim.id - Masuk Dusun Sumbulan harus melewati jalan terjal, sawah dan lebatnya pepohonan. Dusun yang masuk Desa Plalang Kecamatan Jenangan Ponorogo, Jawa Timur, ini memang terpencil.
Mungkin, karena lokasinya yang terpencil menyebabkan seluruh penghuninya eksodus ke desa-desa tetangga di sebelahnya sejak enam tahun lalu, 2016.
Padahal, lokasi dusun ini dari pusat Kota Mojokerto tidak jauh-jauh amat. Cukup menempuh jalan 10 kilometer saja sudah sampai di dusun ini. Hanya saja, akses menuju ke sana yang memang butuh upaya ekstra. Jalan terjal menjadi akses satu-satunya.
Dusun Sumbulan belakangan diperbincangkan banyak orang. Wartawan beritajatim.com, jejaring media suara.com lantas mengunjungi desa ini. Dusun ini memiliki luas satu hektare. Sungai seperti melingkari, jadi pembatas dusun sisi barat, selatan dan utara.
Baca Juga:Ke Kebun, Suwito Warga Ponorogo Ini Nemu Mortir di Ladang, Digali Sendirian
Sementara sisi timur hamparan sawah dan jalan terjal menjadi satu-satunya akses masuk ke sana. Dusun ini bisa dibilang asri. Pepohonan tumbuh lebat di perkampungan lama ini.
"Dusun Sumbulan ini sudah tidak berpenghuni dari tahun 2016, saat keluarga adik saya memutuskan pindah ke Desa Tegalsari Kecamatan Jetis," kata Tohari, salah satu warga yang pernah menghuni Dusun Sumbulan, Rabu (3/3/2021).
Saat ini, hanya ada 4 bangunan rumah dan satu masjid di sana. Namun, kondisi bangunan rumah sudah tidak terawat, bahkan ada yang hampir roboh. Hanya masjid, satu-satunya bangunan yang kokoh berdiri terawat. Meski tidak ada penghuninya, masjid digunakan untuk ibadah.
"Ya kalau waktu zuhur dan ashar saya yang adzan, biasanya ya cuma digunakan dua waktu itu," katanya.
Tohari mengaku terpaksa pindah rumah ke Kelurahan Kadipaten Kecamatan Babadan ikut istrinya pada 1982 lalu. Namun, hampir setiap hari dirinya berada di dusun tersebut menggarap sawah warisan keluarganya. Setiap ke sawah, dia menyempatkan istirahat di masjid tersebut.
Baca Juga:Heboh Cicak Berkepala Dua dan Berkaki Lima di Ponorogo
"Jadi saya itu pagi ke sawah, istirahat di masjid ini, setelah itu kalau sudah sore baru pulang ke rumah," katanya.
Pada 1960-an, warga yang mendiami Dusun Sumbulan masih banyak. Ada sekitar 40 orang. Tetapi lambat laun, warga mulai meninggalkannya. Ada yang ikut suami atau istri setelah menikah. Ada juga yang pindah rumah karena memang merasa daerah ini sepi.
"Yang muda-muda mana mau kalau tinggal di tempat sepi kayak gini. Aksesnya masih jalan persawahan, selain itu Dusun Sumbulan ini dikelilingi oleh sungai. Jadi bisa dikatakan sepi dan terpencil," katanya.