SuaraJatim.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur memiliki pandangan sama dengan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim terkait vaksin AstraZeneca yang mengandung unsur babi. MUI Jatim menghukumi AstraZeneca suci dan halal.
Pendapat tersebut tentu berbeda dengan fatwa MUI Pusat yang menyatakan AstraZeneca masih dikategorikan najis karena ada unsur barang yang diharamkan namun boleh digunakan dengan batasan.
Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Makruf Chozin, mengatakan pihaknya mendapatkan banyak data baik data dari LPPOM Pusat dan beberapa pengkaji dari kedokteran dan lain sebagainya.
Dari para pakar itu terjadi perbedaan, ada yang langsung mengatakan tripsingnya itu langsung menggunakan benda yang diharamkan. Tapi menurut pakar lain menyatakan tidak ada, artinya tidak sampai bersentuhan. Hanya untuk membiakkan saja, untuk menyuburkan saja.
Baca Juga:Soal Vaksin AstraZeneca, MUI: Mustahil Pemerintah Celakai Rakyatnya Sendiri
"Jadi apapun pendapat dari dua ulama ini, dari dua pakar yang menjadi ulama di bidang masalah ini. Bagi kami di kalangan fiqih Islam, bisa ditemukan dalam satu titik sudut pandang bahwa ketika ada benda haram kemudian mengalami perubahan pada status lain, maka sudah menjadi suci dan menjadi halal," ujarnya, Senin (22/3/2021) saat jumpa pers di Kantor MUI Jatim.
Memang pimpinan kami di MUI Pusat, lanjut Makruf Chozin, masih berpedoman selama masih bersentuhan dengan benda najis tetap dikategorikan najis. Itu dalam satu pendapat ulama kalangan Syafi'iyah.
Sementara dalam kalangan ulama madzhab Hanafi, andaikan meskipun sudah terjadi persentuhan, tetapi karena sudah beralih fungsi maka menjadi suci. Dirinya menganalogikan atau mencontohkan perubahan dari anggur menjadi khamr, minuman keras, lalu menjadi barang cuka. Awalnya adalah suci menjadi najis, lalu menjadi suci lagi.
"Maka analogi kami dari MUI Jatim, yang awalnya virus itu adalah barang suci kemudian ada tripsin, kecampuran dengan benda najis, setelah ini diangkat kemudian menjadi vaksin, maka sudah menjadi halal lagi, menjadi suci lagi dan kita tidak perlu ragu lagi," katanya.
"Ini sejalan dengan MUI Pusat pada kesimpulan akhir. Sama-sama boleh. Hanya saja menurut MUI Pusat bolehnya karena darurat. Bagi MUI Jatim bukan karena darurat, ya, karena memang tidak sampai menjadi najis dan memang dibolehkan," katanya.
Baca Juga:PM Taiwan Bagikan Pengalaman Usai Disuntik Vaksin Covid-19 AstraZeneca
Sebelumnya, PWNU Jatim mengeluarkan putusan kalau vaksin AstraZeneca dan Sinovac halal dan suci. Keputusan ini merupakan hasil dari pembahasan yang dilakukan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jatim. Keputusan PWNU Jatim ini sedikit berbeda dengan MUI pusat.
Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim KH Marzuki Mustamar, menjelaskan kalau keputusan LBM tersebut bukan merupakan fatwa, melainkan hanya sekadar informasi dari hasil pembahasan bahtsul masail yang membahas tentang hukum vaksin yang digunakan untuk mengatasi pagebluk Covid-19.
"Kalau fatwa itu kewenangannya MUI," kata Marzuki Mustamar di Surabaya, usai seminar tentang "Syaikhona Kholil Guru Para Pahlawan" di Hotel Mercure Surabaya, Sabtu (20/03/2021).
Marzuki Mustamar menjelaskan, LBM NU Jatim membahas soal vaksin merujuk pada fatwa yang dikeluarkan otoritas pemegang fatwa di Al Azhar Mesir, otoritas fatwa Uni Emirat Arab dan beberapa otoritas fatwa lainnya di Timur Tengah.
"(Otoritas fatwa di Mesir, Uni Emirat Arab, dan Negara lainnya di Timur Tengah) menyatakan (vaksin, termasuk AztraZeneca) itu halal," ujar Marzuki.
Diketahui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyebut, penggunaan masa darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) atas vaksin AstraZeneca telah diterbitkan di sejumlah negara Islam, seperti Saudi Arabia, Kuwait, Maroko, Bahrain, dan Mesir.
Di Indonesia sendiri, BPOM telah menerbitkan EUA berdasarkan hasil evaluasi dan pertimbangan kemanfaatan serta resiko, pada 22/2/2021 dengan nomor EUA2158100143A1.
Kontributor : Achmad Ali