Telegram Kapolri Picu Kontroversi, AJI Surabaya: UU Pers Sudah Mengatur

Terbitnya Telegram Kapolri yang ditujukan kepada Kapolda di Seluruh Indonesia, dinilai oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya hanya melahirkan kontroversi.

Chandra Iswinarno
Selasa, 06 April 2021 | 16:46 WIB
Telegram Kapolri Picu Kontroversi, AJI Surabaya: UU Pers Sudah Mengatur
Aksi Jurnalis di Kota Surabaya mengecam kekerasan dan intimidasi yang dilakukan aparat saat melakukan tugas jurnalistik. [Suara.com/Arry Saputra]

SuaraJatim.id - Terbitnya Telegram Kapolri yang ditujukan kepada Kapolda di Seluruh Indonesia, dinilai oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya hanya melahirkan kontroversi. Menurut AJI Surabaya, peraturan yang dikeluarkan pada 5 April 2021, seharusnya tidak perlu dikeluarkan.

Ketua AJI Surabaya Eben Haezer Panca menegaskan jika kerja jurnalistik sudah diatur oleh Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.

"Kan gini, UU Pers sudah mengatur ya, soal apa yang boleh dan tidak boleh serta bagaimana memberitakan sesuatu, di kode etik wartawan atau jurnalis yang berlaku di AJI maupun PWI," jelasnya pada SuaraJatim.id, Selasa (6/4/2021).

Eben menegaskan, jika jurnalis sendiri sudah memiliki aturan yang jelas dalam kode etik yang berlaku, sehingga hal tersebut bukan ranah polisi mengaturnya.

Baca Juga:Polri Soal Larangan Siarkan Arogansi Polisi: Untuk Media Internal

"Yang berlaku secara umum juga sebenarnya sudah ada aturan dilarang menampilkan gambar korban kekerasan seksual misalnya, cara-cara bunuh diri misalnya, itu kan diatur dalam telegram tadi, itu sebenarnya mengapa mengatur hal yang sudah diatur, bukan ranahnya Polri, tapi jurnalis sebenarnya, sudah ada aturannya," ungkapnya.

Selain itu, AJI Surabaya juga mempertanyakan maksud Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo perihal telegram tersebut,  yakni adanya aturan tidak memunculkan sikap arogansi polisi.

"Yang poin penting tadi, tidak menampilkan arogansi polisi dan sebagainya. Ini maksudnya seperti apa? Apakah ini hanya dalam konteks press release yang dilakukan kepolisian, atau kemudian wartawan tidak boleh meliput tindakan-tindakan polisi yang dinilai arogan? Sementara polisi juga membutuhkan polisi kontrol, media juga sebagai salah satu pilar demokrasi untuk menjaga kontrol terhadap Polri," ucapnya.

Seandainya hal itu terealisasi, Eber menyatakan, bisa dipastikan hal tersebut adalah pelanggaran terhadap UU Pers sendiri.

"Kalau kemudian polisi kontrol itu disunat maka itu pelanggaran terhadap UU Pers, karena UU Pers sudah mengamanatkan kepada jurnalis itu dia bekerja untuk menyampaikan kepada publik," katanya.

Baca Juga:Penjelasan Mabes Soal Telegram Kapolri Larang Media Siarkan Arogansi Polisi

Dia menjelaskan, selama ini jurnalis memiliki fungsi kontrol sosial, terlebih lagi terhadap kinerja Polri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak