SuaraJatim.id - Sejarah Kabupaten Banyuwangi tak terlepas dari peristiwa Perang Puputan Bayu tahun di akhir tahun 1700-an. Selain itu asal-usul nama Banyuwangi pun sangat mendalambagi masyarakatnya. Berikut sejarah daerah di ujung pulau Jawa Ini.
Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu Kota provinsi ini adalah Kota Banyuwangi. Tentu banyak orang yang telah mengetahui lokasi kabupaten ini.
Kabupaten ini terletak pada paling ujung timur Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan Selat Bali di bagian timur. Kabupaten Banyuwangi merupakan kabupaten yang luas di Jawa Timur dan Pulau Jawa. Luasnya mencapai 5.636 km2.
Kabupaten Banyuwangi memiliki ejaan lama “Banjoewangi:. Kabupaten ini memiliki motto “Satya Bhakti Praja Mukti” yang artinya setia pada bakti untuk masyarakat makmur. Hari jadi kabupaten ini adalah 18 Desember 1771 dengan 25 kecamatan, 28 kelurahan dan 189 desa. Penduduk mayoritas kabupaten ini adalah penduduk beragama Islam dan yang paling sedikit adalah penduduk beragama Konghucu.
Baca Juga:76 Persen Warga Banyuwangi Telah Disuntik Vaksin Covid-19 Dosis Pertama
Tanggal 18 Desember 1771 merupakan hari yang kemudian diputuskan menjadi hari jadi Banyuwangi. Peristiwa yang terjadi pada tanggal tersebut adalah peristiwa puncak perang Puputan Bayu. Tentu saja banyak kejadian yang mendahuluinya seperti penyerangan pejuang Blambangan dengan pimpinan Pangeran Puger ke Benteng VOC di Banyualit yang terjadi tahun 1768.
![Ilustrasi Gunung Raung, wilayah Banyuwangi dan sekitarnya. [Google Maps]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2015/07/02/o_19p6rip5j1urfgfu1q5jjptr51a.jpg)
Sayangnya, peristiwa tersebut tidak tercatat lengkap dan rinci serta banyak informasi yang mengatakan bahwa Indonesia kalah. Pada peristiwa tersebut, Pangeran Puger gugur dan Wong Agung Wilis terluka, tertangkap kemudian dibuang ke Pulau Banda setelah Lateng dibumihanguskan.
Munculnya Nama Banyuwangi
Pada masa Pangeran Tawang Alun yakni tahun 1655 hingga 1691 dan Pangeran Danuningrat yang memimpin pada 1736 hingga 1763, bahkan hingga Blambangan di bawah lindungan Bali yakni pada tahun 1763 hingga 1767, VOC tidak pernah tertarik memasuki dan menduduki Blambangan. Kemudian, pada tahun 1743, bagian Timur Pulau Jawa diserahkan kepada VOC oleh Pakubuwono II. Oleh karena itu, VOC merasa Blambangan menjadi miliknya. Namun untuk sementara waktu dibiarkan begitu saja dan akan dikelola jika diperlukan.
VOC baru akan merebut dan mengelola Banyuwangi saat datang tentara Inggris yang menjalin hubungan dagang dengan Blambangan serta mendirikan kantor dan administrasi dagangnya. Akhirnya terjadilah perang yang berlangsung pada 1767 hingga 1772 karena VOC berusaha merebut seluruh wilayah Blambangan. VOC baru tertarik dengan Blambangan saat Inggris membuat Blambangan berkembang menjadi pusat perdagangan.
Baca Juga:Terisolasi Akibat Jembatan Ambrol, Begini Cara Warga Banyuwangi Kirim Sembako
Momen tersebutlah yang membuat adanya perang Puputan Bayu. Banyuwangi menjadi tempat terjadinya perdagangan, perang, dan perang Puputan Bayu. Apabila saat itu Inggris tidak tertarik dengan Blambangan, bisa jadi VOC tidak tertarik dengan Blambangan. Puncak perang PUputan Bayu adalah pada tanggal 18 Desember 1771.