SuaraJatim.id - Aparat penegak hukum didesak segera menahan tersangka kasus kekerasan seksual berinisial MSAT (40), sebab berkas perkara kasus yang menyeret putra kiai di Jombang, Jawa Timur telah dinyatakan lengkap atau P-21.
Hal itu disampaikan Tim Kuasa Hukum korban, Abd. Wachid Habibulloh dalam konferensi pers secara virtual yang digelar WCC Jombang Rabu (12/1/2022).
Dalam keterangannya, Wachid mendesak agar aparat penegak hukum segera melakukan penahanan terhadap tersangka MSAT.
"Kasus ini sudah P-21, kami berharap seharusnya kasus ini akan segera disidangkan ke pengadilan. Maka untuk efisiensi penangan peradilan harusnya JPU bisa segera melakukan penahanan terhadap tersangka," kata Wachid.
Baca Juga:Setelah Dua Tahun Ditetapkan Tersangka, Akhirnya Putra Kiai Jombang Segera Disidang
Desakan agar MSAT dijebloskan ke sel tahanan merupakan hal yang wajar. Sejak menyandang status tersangka pada 2019, MSAT sama sekali tidak pernah dilakukan penahanan.
Bahkan polisi juga kesulitan untuk melakukan pemeriksaan terhadap tersangka hingga membuat kasus ini berlarut-larut.
"Karena ketika tidak di tahan yang jelas, dalam track recordnya tersangka bisa mengulur-ulur atau bahkan menghalang-halangi proses persidangan nanti. Menurut kami dari tim pendamping (korban) meminta JPU untuk membuat kewenangan pemanggilan dan penahanan tersangka," ucapnya.
Wachid juga menyayangkan pihak penyidik Polda Jatim yang terkesan tidak tegas dalam menangani perkara MSAT sebagai tersangka kekerasan seksual. Beberapa kali penyidik Polda Jatim berjanji akan memeriksa dan melakukan penahanan terhadap MSAT.
"Tetapi pada beberapa kali pemberitaan, polda sendiri bahkan tidak mampu untuk melakukan penjemputan paksa. Padahal secara KUHP tersangka ini sudah dipanggil beberapa kali untuk kewajiban hukumnya untuk datang melakukan pemeriksaan dan itu seharusnya sudah langsung dilakukan penjemputan paksa," kata Wachid.
Baca Juga:Berkas Kasus Pencabulan Anak Kiai Sepuh Jombang Sudah Lengkap, Sebentar Lagi Disidang
Polda Jatim menyatakan sempat akan menjemput paksa tersangka, namun gagal karena terjadi pengadangan oleh kelompok pengikut MSAT. Namun kata Wachid hal itu bukan menjadi alasan. Karena kepolisian merupakan alat negara yang memiliki kewenangan sesuai dengan undang- undang untuk melakukan penjemputan secara paksa.
Ia menambahkan, JPU sebagai alat negara juga memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan dan penahanan terhadap MSAT. Selain itu, dasar subjektif dan objektif untuk melakukan penahanan terhadap MSAT sudah memenuhi unsur. Selain berkas kasus sudah P-21, ada unsur objektif dan subjektif yang sudah terpenuhi.
"Sudah terpenuhi, karena tersangka tidak melakukan etikad baik untuk memenuhi pemanggilan yang kemarin (penyidikan di Polda Jatim). JPU merupakan alat negara yang bisa melakukan penjemputan dan itu merupakan hal yang sangat mudah," tukas Wachid.
Perlu diketahui, MSAT anak kiai terkemuka di Jombang Jatim dilaporkan ke Polres Jombang pada 29 Oktober 2019 dengan Nomor LP: LPB/392/X/RES/1.24/2019/JATIM/RESJBG. MSAT dilaporkan telah melakukan kekerasan seksual kepada NA yang tak lain merupakan bekas santriwatinya.
Modusnya, MSAT mengancam NA yang masih di bawah umur agar bersedia menjadi tempat pelampiasan syahwat. Selain itu, MSAT juga berjanji akan menjadikan NA sebagai istrinya.
Namun, MSAT tak kunjung menikahi NA hingga akhirnya memilih untuk melaporkan perbuatan asusila pengurus pesantren itu ke polisi.
Pasca pelaporan itu, polisi kemudian melakukan serangkaian pemeriksaan dan penyidikan. Pada Desember 2019, penyidik UPPA Satreskrim Polres Jombang menetapkan MSAT sebagai tersangka kasus kekerasan seksual. Selama proses penyidikan, MSAT tak pernah sekalipun memenuhi panggilan penyidik.
Kasus ini kemudian diambil alih Polda Jatim lantaran menuai sorotan dari berbagai kalangan. Namun, dalam prosesnya penyidikan kasus ini justru jalan di tempat. Sejak menyandang status tersangka pada Desember 2019, Polda Jatim tak pernah sekalipun mampu mengamankan MSAT atau bahkan sekadar melakukan pemeriksaan.
Pada 23 November 2021 lalu MSAT menggugat Kapolda Jatim. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 35/Pid.Pra/2021/PN Sby. Dalam gugatannya MSAT menilai penetapan dirinya sebagai tersangka tidak sah. Ia pun mengajukan praperadilan dan menuntut ganti rugi senilai Rp100 juta dan meminta nama baiknya dipulihkan.
Gugatan praperadilan tersangka MSAT itu ditolak oleh Hakim PN Surabaya. Hakim tunggal hakim tunggal Martin Ginting menimbang bahwa permohonan MSAT tidak dapat dikabulkan, lantaran pihak termohonnya kurang.
Kontributor: Zen Arifin