Wakil Juru Bicara PBB, Farhan Haq mengambahkan, Heyzer sempat pula meminta bertemu Aung San Suu Kyi, namun tidak berhasil.
Dia menggambarkan pertemuan antara Heyzer dengan panglima militer Myanmar itu sebagai "diskusi yang baik" dan mengatakan PBB akan melihat apakah tuntutan utamanya akan dilaksanakan. "PBB akan terus mendorong poin-poin itu," tambahnya.
Upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis, yang sebagian besar dipimpin oleh Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), telah membuat sedikit kemajuan, dengan para jenderal menolak untuk mewujudkan rencana perdamaian yang disepakati tahun lalu.
Bahkan ketika Heyzer berada di Myanmar, seorang juru bicara pemerintahan militer mengecam kelompok 10 anggota itu karena melarang para jenderalnya mengikuti pertemuan-pertemuan regional ASEAN, dan menuduh mengalah pada tekanan eksternal.
Baca Juga:Junta Militer Myanmar Pindahkan Aung San Suu Kyi ke Penjara
Beberapa anggota ASEAN, yang bergabung dengan Myanmar pada tahun 1997, baru-baru ini mengindikasikan bahwa kelompok itu bisa dipaksa untuk melangkah lebih jauh jika militer terus mandek.
Berbicara pada konferensi pers reguler, juru bicara Zaw Min Tun menampik langkah ASEAN itu. "Jika kursi yang mewakili suatu negara kosong, maka itu tidak boleh dicap sebagai KTT ASEAN," kata Zaw Min Tun.
"Apa yang mereka inginkan adalah agar kita bertemu dan berbicara dengan para teroris," katanya, menggunakan label para jenderal untuk gerakan pro-demokrasi yang telah mengangkat senjata melawan militer.
Dalam pertemuan dengan Heyzer, menteri luar negeri yang ditunjuk militer meminta badan dunia untuk secara konstruktif dan pragmatis meninjau pendekatannya dalam kerjasama dengan Myanmar.
Sosiolog Singapura Heyzer ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tahun lalu, menggantikan diplomat Swiss Christine Schraner Burgener yang dilarang mengunjungi Myanmar.
Baca Juga:Militer Myanmar Pindahkan Aung San Suu Kyi ke Penjara di Naypyidaw
Schraner Burgener telah menyerukan PBB untuk mengambil "langkah-langkah yang sangat kuat" terhadap militer dan menjadi sasaran serangan reguler di media yang didukung pemerintah Myanmar.