SuaraJatim.id - Baru-baru ini ramai polemik pembangunan gereja di Cilegon Banten. Warga yang mayoritas Muslim menolak rencana pembangunan gereja di dekat permukiman mereka.
Kasus ini sensitif sehingga harus segera diselesaikan. Oleh sebab itu Menteri Agama (Menag RI) Yaqut Cholil Quomas alis Gus Yaqut tengah mencari solusi untuk mengatasi polemik masalah itu.
Dalam waktu dekat, Ia akan mengundang sejumlah pihak termasuk Wali Kota Cilegon untuk membahas ini, mulai dari Wali Kota Cilegon dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.
Hal ini disampaikan Gus Yaqut dalam keterangan resminya di laman website resmi Kementerian Agama (Kemenag RI), Selasa (13/09/2022). Untuk peretamuan tersebut, rencananya bakal dilakukan Rabu (14/09/2022) besok.
Baca Juga:Bahas Polemik Gereja Cilegon, Kemenag akan Gelar Temu Tokoh Bersama Wali Kota
"Kita akan diskusikan solusinya dengan Wali Kota Cilegon dan tokoh masyarakat. Saya mengundang mereka untuk bertemu pada 14 September mendatang," ucap Gus Yaqut.
Gus Yaqut menjelaskan, pertemuan ini sangat penting dalam menemukan duduk perkara dan solusi dari permasalahan yang ada. "Saya sudah terima laporan dari tim, undangan pertemuan di kantor Kementerian Agama ini sudah dikirim ke para pihak, termasuk Wali Kota Cilegon," tutur dia.
"Beragam perspektif akan kita diskusikan bersama, baik dari aspek regulasi, kesejarahan, dan masing-masing relevansinya dalam konteks kehidupan kebangsaan masa kini. Insyaallah solusi terbaiknya akan bisa segera dicapai," Gus Yaqut menambahkan, dikutip dari timesindonesia.co.id jejaring media suara.com.
Polemik penolakan pembangunan gereja yang terjadi di Cilegon baru-baru ini menuai atensi publik. Bahkan, penolakan pembangunan sederet gereja di kota tersebut turut melibatkan pihak pemerintah setempat yang ambil andil.
Kepala Humas Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow menilai penolakan pembangunan gereja di Cilegon, Banten bertentangan dengan Gerakan Nasional Revolusi Mental yang kerap digaungkan pemerintah selama ini.
Baca Juga:PGI Kecam Keras Aksi Penolakan Izin Pembangunan Gereja di Kota Cilegon
"Peristiwa ini sangat berlawanan dengan semangat moderasi beragama yang sedang diarusutamakan pada semua level pemerintahan dan masyarakat. Peristiwa ini juga sangat bertentangan dengan nilai-nilai Gerakan Nasional Revolusi Mental yang tengah digalakkan oleh pemerintah," ucap Jeirry dalam keterangannya.
PGI menilai aksi penolakan pembangunan gereja yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Cilegon membuktikan politisasi identitas makin mengkhawatirkan dan mengancam jalinan keragaman yang dimiliki Indonesia.
"Sungguh mengenaskan bahwa di tengah berbagai bencana yang melanda negeri ini, dan menuntut diperkuatnya solidaritas kebangsaan, masih saja ada kelompok-kelompok masyarakat yang menyakiti saudara sebangsanya," kata Jeirry.
Selain itu, Jeirry berpendapat penolakan pembangunan gereja justru mencederai amanat konstitusi. Indonesia telah memberikan garansi kesetaraan bagi setiap warga negara untuk memeluk dan beribadah secara bebas, menurut agama dan keyakinan yang dianutnya.
Dia menganjurkan kepada umat Kristen untuk mengedepankan nilai-nilai kasih dalam menyikapi kasus seperti ini. Ia berharap umat Kristen tidak terjebak di dalam kebencian dan dendam, serta generalisasi yang keliru.
"Berhadapan dengan situasi ini, kehadiran pemerintah mutlak diperlukan, sehingga tidak terkesan membiarkan jiwa konstitusi dilecehkan di hadapan para penguasa daerah," kata Jeirry.
Fakta Penolakan Gereja di Cilegon
Salah satu polemik penolakan gereja di kota Cilegon baru-baru ini terjadi pada gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha Cilegon yang berlokasi di Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol.
Kala itu, sang wali kota Helldy Agustian turut menandatangani petisi penolakan tersebut di atas kain kafan sepanjang 2 meter pada Rabu (7/9/2022) lalu.
Terkait penolakan pembangunan gereja tersebut, Sekretaris Forum Kerukuan Umat Beragama (FKUB) Kota Cilegon, Agus Surahmat mengungkap setidaknya ada tiga alasan mendasar.
Salah satu latar belakang yang diungkap adalah adanya insiden Geger Cilegon yang terjadi pada 1888 silam. Kala itu, terjadi pelarangan azan dan penarikan upeti kepada masyarakat lokal yang mayoritas beragama Islam.
Berbeda, panitia pembangunan Gereja HKBP Maranatha di Cilegon juga buka suara. Pihak panitia mengatakan saat ini proses izin pembangunan gereja sudah berada pada tahap pelengkapan dokumen.
"Sampai saat ini masih dalam tahap proses kelengkapan dokumen pengurusan perizinan sesuai dengan SBK 2 menteri," kata perwakilan panitia pembangunan Gereja Maranatha Cilegon, Jemister Simanullang, melalui keterangan tertulis.
Jemister mengatakan dukungan dari jemaat sudah mencapai 112 orang dari total 3.903 yang tersebar di delapan kecamatan di Cilegon. Selain itu, Jemister menyebut ada dukungan dari warga sekitar lokasi pembangunan gereja sebanyak 70 orang dan telah diajukan permohonan validasi domisili.
"Dukungan dari 70 warga yang berada di lingkungan Kelurahan Gerem, telah diajukan permohonan validasi domisili sejak Tanggal 21 April 2022 kepada Lurah Gerem (Bapak Rahmadi), namun Lurah tidak berkenan memberikan validasi atau pengesahan 70 dukungan warga dengan alasan tidak jelas," tutur dia.
Atas polemik penolakan pembangunan gereja di Cilegon, Banten tersebut tidak berlarut-larut, Kemenag akhirnya turut tangan. Menag RI Yaqut Cholil Quomas dalam waktu dekat akan mengundang sejumlah pihak termasuk Wali Kota Cilegon untuk membahas ini.