Sejarawan Sebut Rivalitas dan Konflik Suporter Terbangun dari Tradisi, Saatnya Chant "Dibunuh Saja" Dihapus

Tragedi Kanjuruhan menjadi pelajaran semua pihak yang mengaku mencintai sepak bola di negeri ini. Mulai dari manajemen tim, pemain, sampai para suporter fanatik mereka.

Muhammad Taufiq
Jum'at, 07 Oktober 2022 | 15:53 WIB
Sejarawan Sebut Rivalitas dan Konflik Suporter Terbangun dari Tradisi, Saatnya Chant "Dibunuh Saja" Dihapus
Sejumlah suporter Persebaya Surabaya Bonek memberikan dukungan pada lanjutan Liga 1 melawan Bhayangkara FC di Stadion Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (7/8/2022).[Dok.Antara]

SuaraJatim.id - Tragedi Kanjuruhan menjadi pelajaran semua pihak yang mengaku mencintai sepak bola di negeri ini. Mulai dari manajemen tim, pemain, sampai para suporter fanatik mereka.

Di Jatim sendiri rivalitas berlebih yang acap kali berujung konflik antara Aremania vs Bonek ini menjadi persoalan akut. Penyelesaiannya, Menurut Dosen Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Rojil Nugroho Bayu Aji, bisa dimulai dari banyak hal.

Pertama, kata dia, permasalahan struktural dari sisi penegakan hukum misalnya dan bagaimana stakeholder sepak bola dalam mewujudkan regulasi yang tepat baik teknis maupun non-teknis pertandingan.

Faktor nonteknis tidak bisa diabaikan, karena gejolak atau konflik yang terjadi di dalam maupun di luar stadion seringkali dipicu hal-hal non-teknis.

Baca Juga:Siapa Dadang Aremania? Sosok yang Trending Topic di Twitter

"Apabila kompetisi dikelola dengan baik, kekecewaan atau konflik yang terjadi bisa terselesaikan," kata Rojil, dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com, Jumat (7/10/2022).

Kedua, permasalahan kultural. Ini berkaitan dengan ‘tradisi’ dan situasi sosial kondisi suporter yang tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda.

"Nah, ini perlu pemetaan dan penanganan yang tepat bagaimana suporter bertemu dengan tim klub atau suporter lain," kata Rojil.

Dari aspek suporter, tambahnya, juga ada akar persoalan yang perlu dipotong rantainya. Suporter sendiri harus berani mengakui ‘kesalahan’ jika melakukan tindakan negatif.

Selanjutnya, suporter harus berperan aktif dalam memutus rantai kekerasan verbal, membuang yel-yel, chant atau lagu yang mengandung unsur kekerasan di antaranya ‘dibunuh saja’, ‘gak iso moleh’, ‘nek kalah rusuh’, dan seterusnya.

Baca Juga:Begini Kronologis Kelvin, Pengunggah Video Tragedi Kanjuruhan Dijemput Intel ke Mapolres

"Apa jadinya jika chant dan lagu itu dinyanyikan secara terkoordinir seisi stadion, dinikmati, didengarkan anak-anak lalu ditiru? Kekerasan itu akan menumbuh," ujarnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini