Makin Panas, PBNU Kembali Senggol PKB: Lihat Sejarah

PBNU mendesak PKB agar mengembalikan kepemimpinan ulama.

Baehaqi Almutoif
Senin, 19 Agustus 2024 | 19:34 WIB
Makin Panas, PBNU Kembali Senggol PKB: Lihat Sejarah
Ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf (kiri). [SuaraJatim/Yuliharto Simon]

SuaraJatim.id - Ketua umum (Ketum) PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) bertemu dengan puluhan kiai yang berasal dari berbagai daerah Indonesia. Pertemuan itu dilakukan di kantor Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya pada Senin (19/8/2024).

Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari mandat para kiai untuk memperbaiki Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Karena, partai itu didirikan oleh NU.

"Sebagaimana tempo hari telah saya sampaikan bahwa posisi NU dalam kerangka politik secara umum dalam hal ini adalah posisi masyarakat sipil yang memiliki aspirasi kepada lembaga politik yaitu PKB," kata Gus Yahya.

"Kami sudah melakukan sejumlah ikhtiar untuk mengartikulasikan aspirasi itu agar diagregasikan di dalam lembaga politik yang bersangkutan yaitu PKB," tambahnya.

Baca Juga:Ini Jagoan PKB di Pilkada Jember, Blitar, Magetan, Kediri, dan Ponorogo

Gus Yahya mengaku telah melaporkan perkembangan terbaru terkait sejumlah upaya PBNU memperbaiki PKB. Bahkan, para kiai ini memerintahkan kepada PBNU untuk terus bergerak sampai aspirasi para kiai ini terealisasi.

"Para kiai secara penuh memerintahkan kepada kami untuk melanjutkan ikhtiar-ikhtiar itu sampai sungguh-sungguh bisa tercapai agregasi dari aspirasi para kiai itu. Yaitu dikembalikannya kepemimpinan ulama di dalam PKB," bebernya.

Ikhtiar itu, kata Gus Yahya salah satunya untuk terus memanggil pengurus PKB guna dimintai keterangan terkait peran ulama di partai yang mulai menghilang.

"Jadi sesudah ini kami akan terus melakukan ikhtiar-ikhtiar yang sesuai dengan kedudukan NU sebagai civil society bagian dari masyarakat sipil yang dibenarkan oleh tata negara maupun oleh hukum. Agar aspirasi dari para kiai dan aspirasi dari NU ini bisa terwujud," tandasnya.

Aspirasi dari para kiai ini di antaranya mengembalikan Marwah dewan syuro sebagai penentu utama di PKB. "Kami mendesak PKB agar mengembalikan kepemimpinan ulama. Kami tidak akan berhenti sampai berhasil, mandat dari para kiai bahwa kami harus terus berikhtiar dan tidak boleh berhenti sampai berhasil," tandas Gus Yahya.

Baca Juga:Mubes Alim Ulama di Bangkalan Bentuk Presidium untuk Selamatkan NU

Sementara itu, Wakil Ketua Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar mengatakan langkah yang diambil tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki hubungan antara NU dan PKB. Menurutnya, langkah-langkah yang dilakukan ini adalah sebuah langkah organisatoris yang didasari atas berbagai fakta-fakta sejarah, sebelum partai itu dilahirkan.

"Yaitu, dimulai dari aspirasi para kyai-kyai dari seluruh Indonesia yang waktu itu berkumpul di Jatim di Langitan, Jateng di Rembang, Jabar di Buntet dan menyampaikan aspirasinya kepada PBNU agar PBNU mendirikan partai," imbuhnya.

Aspirasi tersebut waktu itu ditindaklanjuti oleh PBNU dengan membentuk Tim 5 yang diketuai oleh KH Ma'ruf Amin. Tim itu kemudian melahirkan konsep yang akhirnya menjadi PKB, dan dideklarasikan oleh pengurus besar yang deklaratornya antara lain adalah KH Ilyas Ruchiyat, KH Muchith Muzadi, KH Bisri Mustofa dan KH Abdurrahman Wahid.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa PBNU waktu itu menginstruksikan PWNU seluruh Indonesia beserta pimpinan cabangnya agar memfasilitasi terbentuknya PKB di seluruh Indonesia. Partai tersebut kemudian dibekali AD/ART dan nilai-nilai moral.

"Keterangan saya ini artinya, menguatkan sebuah realitas bahwa hubungan antara NU dengan parpol yang namanya PKB ini adalah sebuah hubungan kesejarahan, hubungan organisatoris hubungan ideologis dan lain-lain. Sehingga kalau ada orang yang sekarang mengatakan, tidak ada hubungan PKB dengan NU, itu sebuah pertanyaan ahistoris yang tidak bisa diterima oleh sebuah realitas kehidupan," ujarnya.

Saat ini, telah ada penyimpangan. Menghilangkan kepemimpinan ulama yang telah diamanatkan oleh founding father terdahulu.

"Sehingga akhirnya, peran ulama menjadi hilang dan dalam keputusan-keputusan strategis partai tidak ada peran ulama mengambil keputusan, semua diambil alih oleh Ketum. Penyimpangan ini tentu tidak boleh terjadi, karena memang fitrah atau PKB dibuat itu aslinya adalah untuk memberi wadah kepada para ulama menyalurkan aspirasi politik," ucapnya.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini