“Karena itu, kehadiran HGB ini semakin memperburuk kondisi kawasan pesisir dan laut di Sidoarjo dan Surabaya,” katanya.
Sebab, alih fungsi mangrove dan kerusakan ruang laut terus meningkat. Jika ini dibiarkan, bisa mengancam ekosistem dan keberlanjutan lingkungan. Walhi Jatim mendesak Kementerian ATR/BPN segera mencabut izin HGB di laut Sedati serta SHM di laut yang berada di Gersik Putih, Sumenep.
Mereka juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menegakkan rencana tata ruang sesuai peruntukan. Dengan mengutamakan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut.
"Kami juga meminta Presiden Prabowo Subianto mengevaluasi kinerja Kementerian ATR/BPN dan stakeholder terkait. Juga mengusut dugaan praktik korupsi dalam penerbitan izin HGB tersebut," katanya.
Baca Juga:Oknum Polisi Pamekasan Bikin Malu, Bawa Kabur Motor Teman Sendiri
Menurutnya, pengelolaan tata ruang yang transparan dan berorientasi pada keberlanjutan adalah kunci melindungi kawasan pesisir dari kehancuran. “Jadi, mari hentikan perusakan ekosistem laut demi masa depan generasi mendatang,” tuturnya.
Saat ini, pihak BPN Jatim serta BPN Sidoarjo masih melakukan investigasi dan penelitian di lapangan. Investigasi diperlukan untuk mencocokkan dokumen yuridis. Alasan BPN, untuk memastikan apakah HGB itu berada di laut atau di darat.
Sebab, berdasarkan penelusuran sementara di buku tanah, HGB atas ketiga lahan di laut Sidoarjo itu terbit pada tahun 1996 dan berakhir 2026.
Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia
Baca Juga:Sumenep Punya Destinasi Wisata Baru, Sudah Pernah ke Sana?