Gudang di Surabaya Simpan Ribuan Drum Sianida, Diduga Dijual Bebas ke Penambang Ilegal

Polisi mengamankan 2.851 drum Sianida, yang disimpan di sebuah gudang di kawasan Jalan Margomulyo Indah, Surabaya.

Baehaqi Almutoif
Kamis, 08 Mei 2025 | 18:16 WIB
Gudang di Surabaya Simpan Ribuan Drum Sianida, Diduga Dijual Bebas ke Penambang Ilegal
Kepolisian saat menunjukan bukti drum sianida saat konferensi pers. [Ist]

SuaraJatim.id - Polisi mengamankan 2.851 drum Sianida, yang disimpan di sebuah gudang di kawasan Jalan Margomulyo Indah, Surabaya.

Kasus ini berhasil diungkap langsung oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri perihal perdagangan ilegal bahan kimia berbahaya jenis Sodium Cyanide (Sianida) di Surabaya.

Tersangka, yang diketahui berinisial S.E, merupakan Direktur PT. SHC. Namun tersangka melakukan impor Sianida dari Negara Cina dengan modus, menggunakan nama perusahaan lain yang sudah tidak berproduksi.

Polisi pun dibuat terperangah, karena ternyata sianida tersebut kemudian dijual kepada penambang emas ilegal di seluruh Indonesia dengan harga Rp 6 juta per drum.

Baca Juga:Ngeri! Remaja Bawa Celurit Panjang Berkeliaran di Jalanan Gresik

"Kami berhasil mengungkap kasus perdagangan Sianida ilegal ini. Tersangka terbukti memperjualbelikan bahan kimia berbahaya ini secara ilegal," ujar Dittipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, Kamis (8/5/2025).

Pihak Bareskrim Polri kemudian mulai melakukan penyelidikan ke gudang PT SHC di Surabaya pada 11 April 2025. Saat penggeledahan pertama, penyidik mendapati informasi ada 10 kontainer berisi drum sianida masuk ke gudang itu.

"Karena ada penggeledahan maka dialihkan owner ke gudang di Gempol Pasuruan. Dari situ terungkap PT SHC ada dua gudang penyimpanan sianida," ucapnya.

Bareskrim kemudian memintai keterangan sejumlah pihak termasuk Steven. Berdasarkan rangkaian penyelidikan dan penyidikan, Direktur PT SCH itu akhirnya ditetapkan tersangka dengan kasus impor bahan kimia berbahaya.

Nunung menjelaskan, modus yang dilakukan tersangka Steven dalam kasus ini adalah mengimpor sianida dari Cina menggunakan dokumen pertambangan emas.

Baca Juga:Gagas Sistem Digitalisasi, Munas APEKSI VII Siap Ubah Wajah Pemerintahan Kota

"Modus yang digunakan yakni melakukan impor bahan kimia berbahaya itu dari Cina menggunakan dokumen perusahaan pertambangan emas yang tidak berproduksi," ungkapnya.

Hasil penyidikan juga mengungkap bahwa tersangka telah menjalankan praktik perdagangan ilegal ini selama satu tahun dengan total telah mengimpor kurang lebih sebanyak 494,4 ton atau setara 9.888 drum sianida.

"Awalnya sianida dimanfaatkan untuk kepentingan sendiri dalam kegiatan produksi perusahaan. Namun oleh tersangka diperdagangkan tanpa izin usaha untuk bahan kimia berbahaya," jelas Nunung.

Namun pihak Dittipidter Bareskrim masih mengembangkan dugaan ini. Nunung menyatakan tidak akan menutup kemungkinan adanya tersangka baru dalam kasus ini.

"Ini kita kembangkan sampai ke tingkat pembeli. Pihak-pihak itu dari mana saja termasuk nanti dari perusahaan yang dia sudah izin pertambangan kemudian digunakan untuk mengurus izin impor sianida," ungkapnya.

Dalam bisnis ini tersangka memiliki puluhan pelanggan tetap. Dalam satu pengiriman rata-rata bisa 100-200 drum. Satu drum dijual seharga Rp6 juta untuk masing-masing drumnya.

Selain itu polisi juga menyita barang bukti 1.092 drum sianida berwarna putih dari Hebei Chengxin Co.Ltd China, 710 drum sianida berwarna hitam dari Hebei Chengxin Co.Ltd China, 296 drum sianida berwarna putih tanpa stiker.

Bahkan, S.E sendiri sudah meraup keuntungan cukup melimpah, dari perdagangan ilegal yang dilakukannya tersebut. "Tersangka telah meraup keuntungan hingga Rp 59 miliar lebih," tandasnya.

Penyelidikan menunjukkan bahwa tersangka telah melakukan praktik ilegal ini selama setahun terakhir.

Selain gudang di Surabaya, polisi juga menemukan 3.000 drum Sianida di sebuah gudang di kawasan Pandaan, Pasuruan, yang disembunyikan oleh tersangka.

Tersangka S.E. dijerat dengan Pasal 24 ayat (1) junto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 8 ayat (1) junto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman hukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini