“Minimal keluarga itu tidak tomah,” katanya. Pesan ini menekankan pentingnya menjaga kemurnian niat dalam beribadah, bukan mengejar gengsi sosial atau pembagian daging.
Gus Baha juga menyoroti bagaimana alasan kesehatan kadang menjadi dalih untuk menghindari qurban. Misalnya, seseorang tidak mau menyembelih sapi karena memiliki kolesterol tinggi dan tidak bisa makan daging.
Beliau menanggapi hal ini dengan nada santai, “Kalau darah tinggi, makan setahun pisang, nggak masalah. Tapi jangan sampai malah tidak ikut qurban sama sekali.”
Menurut beliau, qurban bukan hanya tentang memakan daging, tetapi tentang menjalankan ibadah dan berbagi dengan orang lain. Jika tidak bisa mengkonsumsinya, tetap bisa ikut serta dengan meniatkan amal.
Baca Juga:Gus Baha Berikan Amalan di Hari Arafah untuk yang Tidak Berangkat Haji
Di sisi lain, Gus Baha juga mengingatkan bahwa dalam syariat, ibadah qurban memiliki batasan minimal dan tidak ada ketentuan harus mewah.
“Pokoknya tanggal 10 itu kesunahan menyembelih apa saja asal halal, asal tidak cacat,” ujarnya.
Artinya, qurban tidak harus menunggu kemampuan finansial yang besar. Yang terpenting adalah menjalankannya sesuai kemampuan dan dengan keikhlasan hati.
Dari seluruh penjelasannya, Gus Baha menekankan bahwa qurban adalah ruang untuk mendidik keikhlasan, bukan arena kompetisi sosial. Jika patungan dilakukan dengan niat ibadah dan sesuai syariat, maka itu baik.
Namun jika hanya demi formalitas, gengsi, atau sekadar "biar dapat bagian daging", maka makna qurban bisa bergeser jauh dari tujuannya.
Baca Juga:Amalan dari Syekh Nawawi, Gus Baha: Baca 7 Kali Setelah Salat Jumat
Kontributor : Dinar Oktarini