SuaraJatim.id - Meski hanya sebagian orang pernah melihat langsung, hampir semua orang pasti mengenali suara khas "tokek!" yang menggema dari balik dinding rumah atau pepohonan saat malam hari.
Suaranya yang nyaring dan ritmis membuat tokek mudah dikenali, meskipun wujudnya jarang terlihat. Tokek sendiri merupakan jenis cicak berukuran besar, bahkan ada yang bisa tumbuh hingga 40 cm panjangnya.
Namun, tokek bukan sekadar hewan malam biasa. Di balik bentuk dan suaranya yang mencolok, hewan ini menyimpan segudang mitos yang berkembang luas di berbagai penjuru Indonesia.
Mulai dari kisah mistis tentang makhluk halus hingga anggapan bahwa tokek bisa meramal masa depan, keberadaan tokek kerap dianggap lebih dari sekadar fenomena alam.
Baca Juga:Gubernur Khofifah: Wujudkan Ketahanan Pangan dan Zero Stunting di Jatim Lewat Pasar Murah
Dikutip dari YouTube Pepadun TV, berikut ini tujuh mitos paling populer tentang tokek yang masuk ke dalam rumah. Kisah-kisah yang hingga kini masih diyakini dan jadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia.
1. Pertanda Kehadiran Makhluk Halus
Tokek sering dianggap sebagai sensor spiritual. Konon, jika terdengar suara tokek di malam hari, itu bisa menjadi pertanda ada makhluk halus di sekitar.
Aneh tapi dipercaya, semakin jauh suara tokek, semakin dekat keberadaan makhluk gaib tersebut. Bahkan, jumlah bunyi tokek juga punya arti sendiri: genap berarti aman, ganjil berarti ada yang tak kasat mata sedang mendekat.
2. Peramal Masa Depan
Baca Juga:Peresmian SPAM oleh Gubernur Khofifah: Ribuan Warga Singosari Malang Terbebas Krisis Air Bersih
Orang zaman dulu sering bertanya kepada suara tokek di tengah malam untuk meramal masa depan. Caranya? Tanyakan pertanyaan “ya atau tidak” dalam hati, lalu hitung jumlah bunyi tokek sebagai jawaban.
Bila suara terakhir jatuh pada hitungan “ya”, maka jawabannya dipercaya sebagai petunjuk dari alam gaib.
3. Penolak Bala
Di banyak desa, tokek tidak dianggap pengganggu, melainkan pelindung rumah. Masyarakat percaya bahwa suara tokek bisa menangkal santet, guna-guna, dan energi negatif lainnya.
Karena itu, mereka justru membiarkan tokek bersuara nyaring sebagai bentuk kerja spiritualnya menjaga rumah.
4. Pembawa Keberuntungan
Selain dipercaya menangkal bala, tokek juga dianggap membawa rezeki. Semakin keras suara tokek yang muncul di rumah, konon semakin besar pula keberuntungan yang akan datang. Kelangkaan tokek menjadi salah satu alasan kuat di balik mitos ini.
5. Peliharaan Dukun
Tokek besar, apalagi yang panjangnya lebih dari 15 cm, sering kali dianggap bukan hewan biasa. Ada anggapan bahwa tokek seperti ini adalah peliharaan dukun atau orang sakti. Ia dipercaya berkeliaran bersama makhluk astral lain atas perintah tuannya.
6. Gigitannya Tak Pernah Lepas
Salah satu mitos paling menyeramkan tapi juga paling lucu: jika tokek menggigit seseorang, gigitannya tak akan lepas... kecuali disambar petir! Meski tidak terbukti secara ilmiah, mitos ini cukup kuat untuk membuat orang menghindari kontak fisik dengan tokek.
7. Keturunan Naga
Mitos ini datang dari kepercayaan masyarakat Tionghoa. Tokek dipercaya sebagai keturunan naga, makhluk sakral yang melambangkan kekayaan, kesehatan, dan keberuntungan. Karena itu, memelihara tokek dianggap sebagai usaha menarik berkah dan rezeki.
Meski tak semua mitos tentang tokek dapat dibuktikan secara ilmiah, kepercayaan masyarakat terhadap hewan ini sebagai makhluk penuh misteri tetap bertahan dari generasi ke generasi.
Di banyak daerah, suara tokek yang terdengar di malam hari bukan sekadar bunyi reptil biasa, melainkan isyarat gaib yang dipercaya membawa pesan tertentu.
Tokek telah menjadi bagian dari budaya lisan yang diwariskan turun-temurun. Kisah tentang keberuntungan, bahaya, hingga hubungan dengan dunia gaib membuat hewan ini tak pernah lepas dari aura mistis.
Di balik suara lantangnya yang menggema dari atap rumah atau sudut tembok, tokek menyimpan cerita-cerita yang terus hidup dalam imajinasi dan kepercayaan masyarakat.
Mau diusir takut sial, dibiarkan pun tetap bikin merinding tokek adalah simbol antara dunia nyata dan dunia yang tak kasat mata.
Kontributor : Dinar Oktarini