6 Fakta Pernikahan di Bulan Muharram: Mitos, Budaya, dan Pandangan Islam

Muharram mulia dalam Islam, namun dianggap bulan duka di tradisi Jawa, terutama untuk pernikahan. Islam tak melarang, asal tetap hormati adat & kesopanan.

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 03 Juli 2025 | 11:38 WIB
6 Fakta Pernikahan di Bulan Muharram: Mitos, Budaya, dan Pandangan Islam
Ilustrasi pernikahan di bulan Muharram. [Freepik.com/teksomolika]

SuaraJatim.id - Bulan Muharram disebut juga sebagai bulan Suro dalam tradisi Jawa merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah.

Bulan ini dikenal mulia dalam ajaran Islam, namun di kalangan masyarakat Jawa, bulan ini justru sering dianggap sebagai waktu yang penuh duka dan pantangan, terutama untuk urusan pernikahan.

Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam dan budaya terkait menikah di bulan Muharram? Apakah benar menikah di bulan ini bisa membawa sial?

Mari kita bahas dalam enam fakta berikut ini sebagaimana dikutip dari YouTube Rifda Chan. 

Baca Juga:Doa Awal dan Akhir Tahun Islam 1 Muharram Latin dan Arti, Dibaca Kamis 26 Juni atau Jumat 27 Juni?

1. Tidak Ada Larangan dalam Islam untuk Menikah di Bulan Muharram

Dalam ajaran Islam, tidak terdapat larangan syariat untuk melangsungkan pernikahan pada bulan Muharram. Menurut video tersebut, Islam membolehkan umatnya untuk menikah di bulan apa pun, termasuk bulan pertama kalender Hijriyah ini.

Selama akad nikah dilakukan sesuai syariat dan tidak mengandung kemaksiatan, maka sah-sah saja menikah kapan pun, termasuk di bulan Muharram. Jadi, tidak ada alasan hukum Islam yang membatasi bulan ini sebagai waktu pantangan untuk menikah.

2. Bulan Muharram Adalah Bulan Mulia, Bukan Bulan Sial

Bulan Muharram tergolong salah satu dari empat bulan haram (bulan suci) dalam Islam, selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Di bulan ini, umat Islam dianjurkan memperbanyak ibadah seperti puasa Asyura dan amalan-amalan saleh lainnya.

Baca Juga:Doa Awal Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 H: Arab, Latin, dan Waktu yang Dianjurkan

Alih-alih dianggap sebagai bulan penuh sial, Muharram justru penuh keberkahan dan pahala. Menikah di bulan ini bisa menjadi momen suci sekaligus sarana meraih keberkahan, selama diniatkan karena Allah SWT dan dilakukan dengan cara yang baik.

3. Tradisi Jawa Menjadikan Bulan Suro Sebagai Bulan Duka

Berbeda dari ajaran Islam yang melihat Muharram sebagai bulan mulia, dalam tradisi Jawa, Suro justru dikenal sebagai bulan berkabung. Masyarakat Jawa meyakini bahwa bulan ini adalah waktu terjadinya tragedi besar dalam sejarah Islam, yaitu pembantaian cucu Nabi Muhammad SAW, Sayyidina Husain, di Padang Karbala.

Oleh karena itu, mengadakan hajatan bernuansa gembira seperti pernikahan di bulan ini dianggap tidak pantas dan tidak etis oleh sebagian kalangan Jawa.

4. Larangan Pernikahan di Bulan Suro Bersifat Budaya, Bukan Agama

Larangan atau pantangan menikah di bulan Suro bukan berasal dari ajaran Islam, tetapi merupakan bentuk penghormatan budaya terhadap Ahlul Bait (keluarga Nabi Muhammad). Masyarakat yang masih menjaga tradisi Jawa percaya bahwa menunda pesta pernikahan di bulan Suro adalah wujud empati dan cinta terhadap keturunan Nabi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini