DPRD Jatim Proyeksikan PAD Rp26,3 Triliun: Tidak Jauh Beda dengan Satu Dekade Lalu

Berdasarkan laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim, proyeksi PAD 2026 mencapai Rp26,3 triliun.

Budi Arista Romadhoni | Baehaqi Almutoif
Kamis, 13 November 2025 | 19:37 WIB
DPRD Jatim Proyeksikan PAD Rp26,3 Triliun: Tidak Jauh Beda dengan Satu Dekade Lalu
Juru bicara Banggar DPRD Jatim Erick Komala dalam rapat paripurna pada Rabu (13/11/2025). [Humas DPRD Jatim]
Baca 10 detik
  • Keuangan Pemprov Jatim cukup tertekan untuk Tahun 2026.  
  • Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jatim 2026 diproyeksikan Rp26,3 triliun, lebih rendah dari perubahan APBD 2025 yang 7,9 persen. 
  • Banggar DPRD Jatim mendorong kepada TAPD untuk melakukan reformasi dan restrukturisasi fiskal secara menyeluruh.

SuaraJatim.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim harus benar-benar berhitung secara cermat untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Pasalnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di tahun tersebut diproyeksikan turun.

Berdasarkan laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jatim, proyeksi PAD 2026 mencapai Rp26,3 triliun. Turun Rp1,96 triliun daripada proyeksi yang ada dalam Nota Keuangan Gubernur sebesar Rp28,26 triliun.

Kemudian jika dibandingkan dengan Perubahan APBD 2025 turun 7,9 persen atau Rp2,27 triliun. Sedangkan menurut realisasi PAD Tahun 2024, merosot 26 persen atau sekitar Rp9,17 triliun.

"Kalau kita mau jujur, kondisi pendapatan daerah hari ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan situasi satu dekade lalu, sebelum tahun 2017. Perbedaannya dulu ada di posisi tren atau pertumbuhan positif dan sekarang berada pada tren negatif," ujar juru bicara Banggar DPRD Jatim Erick Komala dalam rapat paripurna pada Rabu (13/11/2025).

Baca Juga:Bandara Dhoho Kediri Hidup Lagi, DPRD Jatim Sambut Optimisme Baru

Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu mengungkapkan, penurunan tersebut akibat pemangkasan dana transfer keuangan daerah.

Erick Komala mengakui kondisi keuangan Pemprov Jatim sedang tertekan. Penting kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) selaku pihak yang memiliki mandat teknokratis dalam penyusunan dan perancangan APBD untuk menjadikannya sebagai momentum melakukan reformasi dan restrukturisasi fiskal secara menyeluruh.

"Kebijakan fiskal Jawa Timur ke depan harus diarahkan agar lebih adaptif, berkeadilan, serta mampu memperkuat kemandirian daerah, tidak semata mengandalkan tren pendapatan yang stagnan, tetapi juga menata ulang struktur penerimaan dan belanja agar lebih produktif, efisien, dan berorientasi pada hasil pembangunan yang nyata bagi berkelanjutan," katanya.

Karena itu, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jatim harus bisa mengoptimalkan dengan inovasi pemungutan pajak.

Banggar berharap program intensifikasi dan ekstensifikasi pajak tidak hanya sekadar rutin digelar, tetapi berdampak pada peningkatan penerimaan di sektor tersebut.

Pihaknya juga mendorong adanya digitalisasi pengawasan dan pelaporan pajak, pemutakhiran basis data wajib pajak, dan peningkatan pelayanan publik berbasis teknologi agar ada peforma pertumbuhan optimal.

Baca Juga:Cek Kesehatan Gratis Bisa Dilakukan Kapanpun, DPRD Jatim: Harus Jadi Gaya Hidup

Kemudian untuk BPKAD supaya mampu menjadi pelopor optimalisasi pengelolaan dan tren pemanfaatan aset daerah.

Banggar juga menyoroti kinerja BUMD yang harus dibenahi dari sisi efisiensi operasional maupun peningkatan dividen.

"Tidak kalah penting untuk juga segera ditindaklanjuti adalah upaya optimalisasi penerimaan kembali Pajak CHT (cukai hasil tembakau) yang dibayarkan masyarakat Jawa Timur kepada pemerintah pusat dalam bentuk DBH (dana bagi hasil) pajak CHT," ungkapnya.

Dia memastikan Banggar mendukung inisiatif Gubernur Jatim agar mengusulkan kepada pemerintah kenaikan DBH pajak CHT dari semula 3 persen menjadi 5 persen.

"Hal ini tentu sebagaimana hasil kajian bahwa kontribusi Provinsi Jawa Timur terhadap penerimaan Cukai Hasil Tembakau Nasional selama 2018 sampai dengan 2024 sangat besar, yaitu 114,72 triliun atau 60,13 persen. Namun untuk Pemerintah Provinsi Jawa Timur hanya mendapatkan 0,8 persen, Kabupaten/Kota penghasil hanya 1,2 persen, dan Kabupaten/Kota non penghasil sebesar 1 persen," ungkapnya.

Sementara itu, dalam laporan Banggar tersebut diketahui bahwa belanja daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2026 dialokasikan sebesar Rp27,2 triliun.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak