- Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam penting.
- Terdapat beberapa pembahasan di dalam raperda tersebut, salah satunya kepastian perusahaan untuk menyerap garam rakyat, harga pokok penjualan, dan pemberdayaan petambak.
- DPRD Jatim menargetkan raperda ini bisa segera selesai sebelum akhir tahun.
SuaraJatim.id - DPRD Jatim terus menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Ketua Komisi B DPRD Jatim Anik Maslachah optimistis Raperda ini bisa selesai sebelum tutup tahun.
Menurut Anik, Raperda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam penting untuk menjawab berbagai persoalan yang masih dihadapi pelaku usaha di sektor tersebut.
"Kami mendorong untuk perlindungan dan pemberdayaan, yang pertama adalah perlindungan. Inti dari perda ini adalah bagaimana petani garam dan pembudidaya ikan memiliki kepastian pasar,” ujarnya belum lama ini.
Baca Juga:Bandara Dhoho Kediri Hidup Lagi, DPRD Jatim Sambut Optimisme Baru
Terdapat beberapa pembahasan di dalam raperda tersebut, salah satunya kepastian perusahaan untuk menyerap garam rakyat. "Karena ada beberapa komuditas sebut saja kosmetik, kesehatan, tekstil sekalipun bahan bakunya itu dari Garam," katanya.
Pihaknya mengaku akan mengundang persahaan-perusahaan yang berkaitan dengan garam untuk turut membahas raperda tersebut.
"Mereka (perusahaan) ini mayoritas kan garam industri, yang itu banyak impor. Nah, inilah yang kita atur bagaimana perusahaan impor, tetapi ada persentase minimal 5-10 persen harus membeli garam rakyat," ungkapnya.
Kemudian yang juga penting dalam pembahasan raperda tersebut mengenai kepastian harga. Perlu ada harga pokok penjualan (HPP) sebagai bentuk perlindungan. "Garam ini sampai detik ini belum dianggap kebutuhan penting, akibatnya tidak ada HPP," tegasnya.
Selama ini harga garam di petani fluktuasi karena ditentukan oleh para tengkulak. HPP diyakini bisa memberikan kepastian pada para petambak garam. Selain memberikan kesetabilan harga.
Baca Juga:Cek Kesehatan Gratis Bisa Dilakukan Kapanpun, DPRD Jatim: Harus Jadi Gaya Hidup
Poin penting lainnya ialah mengenai kualitas garam rakyat yang selama ini dinilai belum sesuai standar industri.
"Garam kita ini kan masih konsumsi, dan itu sudah berlebih. Tapi belum ada yang banyak untuk produksi. Kenapa? Karena kadar NACL-nya masih 94,5, sementara yang disyaratkan untuk bisa menjadi industri itu minimal 97," katanya.
Dibutuhkan pendampingan kepada para petambak garam agar kualitasnya mencapai seperti yang dibutuhkan industri.
Melalui raperda ini pemerintah mencoba menguhubungkan petambak garam dengan industri. "Bagaimana kita, pemerintah melakukan afirmasi, sinergi, kolaborasi dengan PT Garam terutama, dan beberapa usaha industri melalui CSR-nya untuk melakukan pembinaan, peningkatan kualitas dengan membran, dengan alat-alat yang rumah kaca dan lain sebagainya," bebernya.