75 Anak di Jatim Terinfeksi HIV, Legislatif: Ini Alarm Keras

Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Indri Yulia Mariska menyoroti temuan kasus HIV-AIDS pada anak-anak di wilayahnya.

Budi Arista Romadhoni | Baehaqi Almutoif
Senin, 15 Desember 2025 | 08:04 WIB
75 Anak di Jatim Terinfeksi HIV, Legislatif: Ini Alarm Keras
Ilustrasi HIV AIDS. [Envato Elements]
Baca 10 detik
  • Data hingga Oktober 2025 masih ada 75 kasus HIV pada anak yang ditemukan.
  • Anggota DPRD Jawa Timur, Indri Yulia Mariska menilai masih ada celah serius dalam pencegahan penularan dari ibu ke anak.
  • Indri menyebutkan program sosialisasi jangan bersifat seremonial. Harus ada pendekatan yang relevan dengan dunia remaja.

SuaraJatim.id - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jawa Timur, Indri Yulia Mariska menyoroti temuan kasus HIV-AIDS pada anak-anak di wilayahnya.

Data yang diperoleh Indri, hingga Oktober 2025 masih ada 75 kasus HIV pada anak yang ditemukan. Dia pun meminta ada evaluasi terhadap kasus tersebut.

Secara umum, kasus HIV-AIDS di Jawa Timur memang menurun. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Jawa Timur mengungkapkan setidaknya ada temuan kasus HIV sebanyak 10.671 kasus pada 2023, turun menjadi 10.556 kasus pada 2024, dan kembali menurun menjadi 8.962 kasus hingga Oktober 2025.

Namun, bukan berarti bisa berleha-leha dan menjadikan data tersebut sebagai capaian administrasi saja.

Baca Juga:Jembatan Kampus ke Industri: IKADO Surabaya & Nusantara Beta Studio Bentuk Innovation Hub

“Penurunan jumlah kasus memang patut diapresiasi, tetapi munculnya kasus HIV pada anak harus menjadi alarm keras. Ini berarti masih ada celah serius dalam pencegahan penularan dari ibu ke anak,” ujar Indri belum lama ini.

Kasus HIV pada anak yang mayoritas disebabkan oleh penularan dari ibu yang tidak menjalani pengobatan. Artinya, layanan penapisan HIV pada ibu hamil melalui antenatal care (ANC) belum berjalan merata dan konsisten.

“Jika ANC berjalan optimal, seharusnya hampir tidak ada bayi yang lahir dengan HIV. Artinya, Dinkes Jatim perlu memastikan skrining HIV menjadi standar wajib dan benar-benar diawasi di seluruh fasilitas kesehatan,” katanya.

Pihaknya lantas menyoroti kelompok remaja usia 15–19 tahun yang meski mengalami penurunan kasus pada 2025, masih mencatat ratusan kasus baru.

“Program sosialisasi jangan bersifat seremonial. Harus ada pendekatan yang relevan dengan dunia remaja, melibatkan sekolah, keluarga, dan komunitas, serta memanfaatkan media digital secara serius,” ungkapnya.

Baca Juga:BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem, BPBD Jatim Diminta Siaga Jelang Nataru

Ia berharap ada sosialisasi yang masif mengenai edukasi pencegahan HIV yang menyentuh akar masalah.

Indri juga mengusulkan perlu adanya sistem yang mampu mencegah kasus baru muncul terutama pada kelompok yang rentan seperti anak-anak. Data kasus yang terungkap bisa menjadi indikator dalam menentukan program kerja selanjutnya.

Anggota Komisi E DPRD Jatim yang membidangi kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat itu lantas menekankan perhatiannya terhadap kasus HIV tinggi di beberapa daerah, seperti Surabaya (983 kasus), Jember (632), dan Sidoarjo (549).

Banyaknya kasus di tiga daerah tersebut perlu adanya evaluasi. Dinkes Jatim tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan kuratif dan pelaporan, melainkan harus lebih agresif dalam edukasi, skrining, dan pendampingan.

“Wilayah dengan angka tinggi harus diperlakukan sebagai prioritas khusus, bukan sekadar data tahunan. Harus ada intervensi yang terukur, berkelanjutan, dan dievaluasi secara berkala,” katanya.

Pihaknya mendorong Dinkes Jatim untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, meningkatkan kualitas pendampingan ODHIV, serta memastikan kesinambungan pengobatan agar tidak terjadi putus obat yang berisiko mempercepat penularan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak