- Patung macan putih di Kediri, Jawa Timur, viral sebab bentuknya tidak sesuai ekspektasi warganet.
- Pembuat patung mengerjakan karya tersebut sendirian selama delapan belas hari mengikuti arahan desa.
- Sang pembuat merasa malu atas sorotan publik dan menyebutkan ia hanya menerima upah kecil.
Dengan demikian, tampilan patung macan putih yang kini viral merupakan hasil dari permintaan pemesan, bukan sepenuhnya keputusan artistik dari pembuat patung.
Merasa Malu Saat Karyanya Jadi Perbincangan
Di tengah viralnya patung tersebut, pembuat patung juga mengungkapkan perasaan pribadinya. Ia mengaku merasa malu ketika hasil karyanya menjadi bahan pembicaraan luas di media sosial.
“Malu,” ucapnya singkat dalam video itu.
Baca Juga:Terungkap! Kisah Spiritual di Balik Berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo yang Melegenda
Pengakuan ini mencerminkan sisi lain dari viralnya sebuah karya publik. Di balik sorotan dan komentar warganet, ada individu yang bekerja dalam keterbatasan dan harus menerima penilaian dari banyak orang.
Dalam video tersebut, pembuat patung juga menyinggung soal upah yang diterimanya. Ia menyebut angka “dua ribu”, meskipun tidak dijelaskan secara rinci apakah yang dimaksud adalah satuan tertentu atau bagian dari keseluruhan pembayaran.
“Dua ribu, Pak. Dua ribu,” ucapnya
Pernyataan ini memicu simpati dari sebagian masyarakat, mengingat besarnya perhatian publik terhadap patung tersebut tidak sebanding dengan gambaran keterbatasan yang dialami pembuatnya.
Viralnya patung macan putih di Balongjeruk menunjukkan bahwa karya di ruang publik kerap dinilai hanya dari hasil akhirnya. Padahal, di baliknya terdapat proses, keterbatasan, serta konteks sosial dan teknis yang tidak selalu diketahui publik.
Baca Juga:Trauma Sidoarjo, Kementerian PU Sidak Pesantren Lirboyo Kediri! Apa Hasilnya?
Terlepas dari pro dan kontra bentuk patung, keterangan dari pembuat patung memberikan gambaran bahwa karya tersebut lahir dari kerja keras seorang individu yang berusaha menjalankan amanah sesuai permintaan dan kemampuan yang dimiliki.
Kontributor : Dinar Oktarini