Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 08 Oktober 2019 | 13:37 WIB
Mohamad Imron, korban Pasung di Blitar. (Suara.com/Agus H)

Relawan DKR menyulut sebatang rokok dan memberikannya kepada Imron. Gerakan tubuhnya meraih pemberian rokok membuat kaki kirinya ikut bergerak sehingga keluarlah bunyi yang berasal dari gesekan mata rantai besi yang mengikat kaki kirinya.

Setelah beberapa kali Imron menghisap rokok, relawan DKR memintanya untuk berdiri dan duduk di sebuah kursi bambu yang ada di sebelahnya. Ketika bagian bawah kain sarung yang dia kenakan tersibak, terlihat jelaslah rantai besi yang ujungnya tertanam pada sebuah balok semen (cor) itu mengikat kuat pergelangan kaki kirinya.

Kami mengambil foto Imron dengan bantuan flash beberapa kali.

Suara.com menanyakan beberapa hal terhadap Imron, dan diluar dugaan Imron menjawab dengan jelas. Dia juga masih mengingat dengan baik kisahnya di masa lalu, misalnya terkait pengalamannya bekerja di Malaysia.

Baca Juga: Klaim Ayah Pasung Sang Anak karena Sayang

“Saya pernah dirawat di rumah sakit jiwa di Malaysia,” ujar Imron dalam Bahasa Jawa.

Imron juga masih ingat betul bahwa setelah kembali ke Indonesia dia pernah dua kali dikirim ke rumah sakit jiwa di Malang. Kalimat dan alur cerita yang dia sampaikan dalam menjawab pertanyaan bahkan jauh lebih jelas dibandingkan kedua orang tuanya, Ratinah dan Slamet.

Orangtua Mohamad Imron, korban Pasung di Blitar. (Suara.com/Agus H)

9 orang dipasung

Setidaknya terdapat 9 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayah Kabupaten Blitar yang hingga saat ini masih hidup dalam pasungan. Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar masih kesulitan membebaskan 9 ODGJ yang masuk kategori penderita gangguan jiwa berat. Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit pada Dinkes Kabupaten Blitar Krisna Yekti mengatakan sembilan ODGJ yang masih berada dalam pasungan tersebut merupakan sisa dari para penderita gangguan jiwa yang masih berhasil dibebaskan dari pasungan.

Yekti mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya telah berhasil membebaskan sebanyak 10 ODGJ dari pasungan sejak Januari hingga Agustus 2019.

Baca Juga: Pengakuan Bapak Pasung Anaknya di Tangsel: Saya Terpaksa

“Yang tersisa ini masuk kategori berat. Dari sisi kejiwaan masuk kategori gangguan berat atau juga karena lingkungan dan keluarga yang masih belum bersedia melepas pasungan,” ujar Yekti kepada Suara.com, Selasa (8/10/2019).

Load More