Scroll untuk membaca artikel
Dwi Bowo Raharjo
Jum'at, 01 November 2019 | 16:31 WIB
Seorang pedagang kopi bernama Kusnan Hadi (48) menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (Beritajatim.com)

SuaraJatim.id - Seorang pedagang kopi bernama Kusnan Hadi (48) menggugat Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Kusnan menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 Tentang kenaikan Iuran BPJS 100 persen.

Gugatan tersebut resmi didaftarkan Kusnan Hadi melalui kuasa hukumnya, Muhammad Sholeh ke Pengideadilan Negeri (PN) Surabaya, Jumat (1/11/2019). Mereka menganggap kenaikan iuran BPJS yang dipukul rata itu memberatkan masyarakat.

”Kami mengajukan uji materi terhadap Perpers Nomor 75 Tahun 2019. Ini adalah keputusan Jokowi menaikkan 100 persen iuran BPJS," ujar Sholeh seperti diberitakan Beritajatim.com - jaringan Suara.com.

Untuk tarif kelas mandiri dengan manfaat pelayanan di ruang kelas perawatan kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu per peserta per bulan. Atau naik Rp 16.500.

Baca Juga: Benny Wenda: Saat Rakyat Kami Disiksa, Jokowi ke Papua seperti Liburan

Kemudian iuran kelas mandiri II dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu per peserta per bulan.

Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8). [ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra]

Sementara untuk pelayanan di ruang perawatan kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per peserta per bulan.

Kemudian Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni Semula Rp 23.000 per orang per bulan menjadi Rp 42.000.

"Tentu kenaikan ini memberatkan bagi peserta terutama rakyat kecil,” kata Sholeh.

Menurutnya Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan tersebut merupakan kesalahan berat, dimana Pemerintah memukul rata tanpa melihat kedudukan dan penghasilan atau pendapatan masyarakat yang berbeda beda.

Baca Juga: Presiden Jokowi Lantik Idham Azis Sebagai Kapolri

“Mestinya kalau menaikan, Pemerintah harus memperhatikan pendapatan masyarakat, jangan dipukul rata. Karena belum tentu masyarakat di kota penghasilannya sama dengan didesa,” ujarnya.

Load More