Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 10 Maret 2020 | 19:54 WIB
Suasana rumah duka buruh pabrik air minum dalam kemasan, Ahmad Yani yang menjadi korban kecelakaan tabrakan mobil hingga meninggal dunia. [Suara.com/Arry Saputra]

"Jadi suami saya ada kerjaan sampingan sales gitu, nawarin kredit-kredit," lanjutnya. 

Karena semakin lama kebijakan dari pabrik yang dirasa tak membuat buruhnya sejahtera membuat hati Ahmad Yani tergugah untuk memperjuangkan hak-haknya bersama teman-temannya. 

Dia pun melakukan mogok kerja hingga mendirikan tenda di depan pabrik tempat ia bekerja bersama puluhan pekerja lainnya.

"Di sana (di tenda) nginap paginya mesti pulang. Tidur cuman sebentar saja. Dia jadi ketuanya karena dia ingin bantu teman-temannya dan anak-anaknya di rumah," ungkap Elisa sambil matanya berkaca-kaca.

Baca Juga: Tak Hanya Kecelakaan, Buruh Peserta Aksi Pernah Bentrok dan Motornya Dicuri

"Karena selama ini surat yang sudah turun itu ada kepastian dari pabrik di phk-phk semua tapi dapat pesangon. Kalau nggak dapat pesangon masuk semua. Tap itu masih belum jelas info soal PHK itu," ucap Elisa melanjutkan ceritanya. 

Hingga suatu malam, kejadian nahas menimpa suaminya hingga tewas tertabrak mobil yang melaju kencang. Pesan terakhir yang diterima oleh Elisa dari suaminya yakni meminta tolong untuk menjaga kedua anaknya. 

"Saya nggak ada firasat apapun, terakhir kali komunikasi dengan suami saya melalui WA itu bilang kalau kakaknya diminta untuk jagain adiknya yang masih di dalam perut, itu saja," jelasnya.

Elisa mengaku ikhlas dengan kejadian yang menimpa suaminya meski dari pihak pabrik tempat Ahmad Yani bekerja tak memberikan santunan apapun akibat insiden kecelakaan yang menewaskan 4 orang dan dua orang luka-luka. 

"Saya ikhlas mas, tapi seharusnya dari pihak perusahaan memberikan santunan ke keluarganya."

Baca Juga: 4 Buruh Tewas Ditabrak saat Lagi Demo di Pasuruan

Kontributor : Arry Saputra

Load More