Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Minggu, 03 Mei 2020 | 19:21 WIB
Sunari (62) warga Dusun Jegung, Desa Suren, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember Jawa Timur tinggal di pos kamling. [Suaraindonesia]

SuaraJatim.id - Banyaknya penghargaan yang diraih dan diterima Kabupaten Jember, Jawa Timur, seakan kota suwar-suwir ini sudah maju tanpa celah.

Di lain sisi, fakta mengejutkan ternyata tidak berbanding lurus, dengan apa yang selama ini didapatkan.

Seperti yang menimpa Sunari (62) warga Dusun Jegung, Desa Suren, Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember Jawa Timur.

Di tengah mewabahnya virus corona covid-19, dirinya terpaksa bermalam dan tinggal di pos keamanan lingkungan (poskamling) daerah sekitar, hanya ditutupi spanduk salah satu bakal calon bupati dan kain partai.

Baca Juga: Wajib Punya Rp15 Juta, Nasib Janda Sebatang Kara Gagal Dapat Bantuan RTLH

Sunari mengakui, sejak suaminya meninggal, dirinya tinggal seorang diri. Bahkan, rumah yang ia tempati juga bocor dan tidak punya uang untuk merenovasi.

Maklum saja, ibu lansia ini tidak memiliki anak dan hidup sebatangkara, sehingga kesehariannya hanya berjualan bumbu masak dan kerupuk.

Ia dikenal sebagai penjual keliling (wlijo) dengan berjalan kaki. Namun, perjuangannya untuk bisa makan akhirnya kandas karena kaki kanannya keseleo dan patah.

Karenanya, mau tidak mau, ibu tua tersebut harus bertahan di tempat dingin dengan ukuran tidak lebih 3x4 meter itu.

Bagi Sunari, berjualan lebih terhormat dibandingkan meminta-minta kepada tetangga.

Baca Juga: Orang Miskin Sebatang Kara Tak Dapat Bansos Anies, Warga Bermobil Dapat

Akhirnya dirinya memberanikan diri mengambik bank renteng, dengan setoran Rp 150.000/minggu.

Dengan keterbatasan fisik yang ia miliki, dirinya harus memutar otak, untuk tetap berjualan karena setoran bank yang harus dia tanggung.

"Ambil bank mingguan. Rp150.000 per hari selasa. Saya beli krupuk, minuman dan mi ini nyuruh orang dan membayar," akui dia dengan nada memelas, Minggu (05/04/2020).

Kata dia, untuk makan dirinya dikasih oleh tetangga dan menyuruh orang untuk memasak.

"Kaki saya tidak kuat sejak saya jatuh di Tegalan. Mau bagaimana lagi, daripada saya pulang dan bolak-balik saya tinggal saja di sini," ungkapnya.

Ibu renta ini juga mengaku tidak malu, meskipun tinggal di poskamling itu serta sesekali jadi cibiran warga.

"Yang malu itu yang nyolong. Saya di sini jualan nak. Saya juga ingin hidup, ya cari uangnya di sini," kata dia kepada Suaraindonesia.co.id, sambil meneteskan air mata.

Meskipun banyak bantuan dari pemerintah yang digelontorkan, dirinya mengaku tidak pernah mendapatkan.

Bahkan, menurutnya, ada tetangga yang mampu malah mendapatkan.

"Hanya saya tidak dikasih katanya karena tidak dapat KK. Ya sudah lah, mungkin bukan rejeki ibu," ungkapnya.

Sementara salah seorang warga sekitar yang enggan disebutkan namanya membenarkan, kalau ibu lansia itu tidak pernah mendapatkan bantuan.

"Ibu itu layak, malah tidak dapat. Ada yang mampu sementara yang mampu ada bantuan selalu dapat, bahkan ada yang dobel," bebernya sambil berlalu pergi.

Sementara Kepala Desa Suren, H.Tahe membenarkan kondisi memprihatinkan yang dialami Sunari.

Pihaknya mengaku, sudah beberapa kali mengajak ibu tersebut untuk pulang agar tidur di rumah namun tidak mau.

"Saya sudah klarifikasi ke pak kasun (kepala dusun) itu memang tidak pernah dapat bantuan baik PKH ataupun BPNT. Artinya, itu kan kebijakan pendamping," akui dia.

Namun begitu, pria yang juga menjadi pengusaha ayam ternak potong ini mengakui sudah mendaftarkan ibu tersebut ke program penerima BLT dampak Covid-19.

"Sudah kita daftarkan catering lansia (makanan) dan sekarang sudah dimasukan ke datanya BLT tetapi, masih belum rerealisasim. Kan masih di Pak Jokowi," lugasnya.

Pihaknya berkomitmen, asal Sunari mau dan bersedia pulang akan mendapatkan penanganan cepat dari pemerintah desa.

"Jadi pemdes siap kondisikan tanpa menunggu bantuan pemerintah, rumahnya kita betulkan, dan ibu itu minta dibuatkan warung," pungkas kades itu.

Load More