Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Senin, 25 Mei 2020 | 15:14 WIB
Dr Suko Widodo. [Beritajatim.com]

SuaraJatim.id - Wilayah Surabaya Raya yang meliputi Kota Surabaya, Gresik dan Sidoarjo yang pada Senin (25/5/2020) telah menerapkan perpanjangan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap II dinilai gagal. Penilaian tersebut disampaikan Dosen FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Suko Widodo.

Kepada Beritajatim.com-jaringan Suara.com, Suko mengemukakan ada beberapa faktor yang menjadi penilaiannya, sehingga PSBB tahap II dianggap gagal.

“Alasannya, pertama karena penerapan PSBB sangat longgar dan tidak adanya konsep penyiapan warga. Kedua, tiadanya konsep komunikasi preventif yang efektif dan ketiga, kurang maksimalnya penyiapan fasilitas kesehatan,” katany pada Senin (25/5/2020).

Dia mengemukakan, praktik PSBB dan protokol kesehatan belum diterapkan secara disiplin sesuai ketentuan. Lantaran itu, banyak perilaku sosial yang tidak mendukung penerapan PSBB pun masyarakat tak pernah dilibatkan maksimal dalam penyelenggaraan PSBB.

Baca Juga: Habib Umar Assegaf Bangil Ngamuk Langgar PSBB Surabaya di Exit Tol Satelit

“Mereka, sebagian besar hanya sebagai sasaran program saja. Selama ini warga hanya dianjurkan untuk di rumah saja. Dampak kejenuhan tak pernah diperhitungkan. Jika diperhitungkan, tidak diberikan solusi. Sejauh ini diminta dengan komunikasi daring atau online. Padahal, ini juga sesuatu ‘new normal’ yang tidak mudah dilakukan, utamanya untuk generasi tua. Bukan hanya soal kemampuan mempelajari teknologinya, tetapi fasilitasnya pun belum tentu semua warga memiliki. Lihat sejumlah kasus, kesulitan ortu membimbing putranya mengerjakan PR dari sekolah,” jelasnya.

Tak hanya itu, ia juga mengkritik komunikasi publik yang menjadi bagian 'kendali' dalam pelaksanaan PSBB dan protokol kesehatan tidak efektif. Justru, Suko menilai, malah melahirkan banyak distorsi informasi. Dia mengemukakan, tidak disiapkan manajemen edukasi dan konsultatif, sehingga banyak terjadi penolakan (reject) atas pesan yang disampaikan ke warga.

Akibatnya, fasiltas komunikasi publik hanya bertumpu pada online. Padahal, menurutnya belum semua warga, terutama orang tua, akrab dengan pola komunikasi online.

Selain itu, fasilitas kesehatan yang disediakan juga belum mampu menampung secara ideal untuk merawat pasien Covid-19 dalam jumlah banyak. Melihat laju penambahan orang terpapar, maka RS yang tersedia bakal tak mampu menampungnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, pihaknya memberikan rekomendasi, yakni penerapan PSBB secara disiplin. Kemudian, melibatkan tenaga relawan terlatih, pelibatan aktivis masyarakat untuk diturunkan ke masyarakat.

Baca Juga: Hati-hati, KTP Pelanggar PSBB Surabaya Raya akan Disita

“Berikan latihan singkat dan massif kepada para Tim Pendamping (kalangan relawan). Tugaskan mereka untuk memberikan edukasi dan konsultasi melakukan penerapan protokol kesehatan secara optimal,” imbuhnya.

Tak hanya itu, dia juga mengemukakan, pemerintah bisa menyelenggarakan manajemen komunikasi publik yang efektif.

“Libatkan industri media (radio, televisi, koran, online), untuk menjadi komunikator pencegahan Covid-19. Buat arus informasi mengalir massif ke masyarakat dengan isi panduan pesan bersama, sampai mereka menerima dan memahami serta melakukannya. Desain informasi, dan penyelenggaraan komunikasi harus terkonsep,” kata Suko.

“Berikan dana memadai untuk kegiatan komunikasi kesehatan (selaras konsep promotif preventif- yang selama ini tidak berjalan dengan baik). Bangun segera sarana kesehatan. Mulai dari sarana kebersihan umum, rumah sakit, dan fasilitas sejenisnya. Termasuk tenaga medis yang memadai. Segera memanfaatkan ruang-ruang gedung tertentu untuk rumah sakit darurat,” paparnya.

Pemerintah tidak perlu sungkan untuk meminta bantuan kepada kalangan media, akademisi, aktivis sosial untuk terlibat dalam menjalankan PSBB maupun protokol kesehatan.

“Hanya dengan keserentakkan tindakan yang didukung semua elemen, maka kebijakan PSBB dan anjuran protokol kesehatan dapat berhasil,” katanya.

Load More