Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Rabu, 06 Januari 2021 | 17:30 WIB
Menu bakso blendi khas Blitar Jawa Timur (Suara.com/Farian)

SuaraJatim.id - Tingginya harga cabai di pasaran membuat sejumlah pedagang dilema. Perasaan dilematis ini dirasakan terutama oleh penjual makanan yang menonjolkan rasa pedas semisal bakso blendi.

Bakso blendi merupakan perpaduan antara masakan tiong hoa berupa bola daging dan kuah disertai blendi atau cabe utuh khas Blitar. Karena harga yang tinggi, pedagang pun memilih mengurangi jatah cabe untuk bakso blendi.

"Kalau sehari biasanya belanja 2 kilogram. Tapi karena ini harganya mahal jadi dikurangi separuhnya. Iya jadi cuma sekilo (gram) aja perhari," kata Nafa Aulia, penjual Bakso Blendi Bromo, Rabu (6/1/2021).

Nafa Aulia menjajakan bakso blendinya di Jalan Bromo, Kota Blitar. Tepatnya di sebelah selatan Stadion Soeprijadi.

Baca Juga: Harga Cabai di Balikpapan Ternyata Makin Pedas Setelah Tahun Baru

Di tengah pedasnya harga cabai, dirinya mengaku memilih mengurangi stok penggunaan ketimbang menaikkan harga bakso. Bila harga bakso dinaikkan justru bisa membuat kecewa para pelanggannya.

Pengurangan jatah cabai itu berlangsung sejak harganya terus meroket terutama seminggu terakhir. Nafa mengaku harga cabai yang dibeli dari pedagang pasar ialah Rp 72 ribu rupiah.

"Kalau kualitas bakso kita nggak berubah. Harganya tetap. Cuma cabai kita kurangi," kata perempuan muda itu.

Untuk mendapatkan semangkuk bakso blendi di kedai miliknya, Nafa mematok harga Rp 12.000 rupiah. Sementara untuk bakso tanpa blendi, pembeli cukup membayar Rp 10 ribu rupiah per porsi.

Kenaikan harga cabai ini berlangsung sejak menjelang tahun baru 2021. Penyebabnya cabai milik petani lokal Blitar dikirim ke luar daerah semisal Jakarta. Akibatnya, stok cabe yang beredar di sekitar Blitar sangat sedikit sehingga memicu kenaikan harga.

Baca Juga: Ada 32 Faskes Ditunjuk Layani Vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Blitar

"Pernah sampai 75 ribu per kilo. Kalau hari ini ada yang Rp 70 ribu, ada yang 72 ribu per kilo," kata Mahmud, Pedagang bumbu dapur di Pasar Legi, Kota Blitar.

Kenaikan ini pun memicu rendahnya permintaan terhadap cabe rawit. Sama dengan Nafa, Mahmud juga memilih mengurangi pembelian cabai di lapaknya. Alasannya menghindari terjadinya kebusukan pada cabe rawit yang dia jual.

"Biasanya 5 kilo saya kulak. Sekarang cuma 2 kilo saja. Takut busuk mas," ungkapnya.

Ia menambahkan, kenaikan harga ini tak berlaku terhadap cabai merah. Cabe besar ini justru turun pasca tahun baru. Cabe merah besar yang tadinya sempat seharga Rp 50 ribu rupiah, kini turun separuh tinggal Rp 20-25 ribu rupiah per kilogramnya.

Kontributor : Farian

Load More