“Konsistensi dan motivasi yang berkelanjutan dapat ditingkatkan dengan dukungan teman sebaya, keluarga dan platform elektronik yang menawarkan banyak program latihan,” tutur Listya.
Selain itu, pemilihan jenis aktivitas dan latihan fisik selama masa pandemi tetap harus selalu didasarkan pada minat dan usia. Listya mengatakan, dengan tetap aktif bergerak selama masa pandemi akan mengurangi stres, meningkatkan imunitas, dan menjaga kebugaran tubuh.
Terkait masalah kesehatan fisik dan mental yang dialami remaja pada masa pandemi COVID-19, dokter spesialis ilmu kesehatan jiwa konsultan kesehatan jiwa anak RSUI sekaligus staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Fransiska Kaligis, Sp.KJ(K) berpendapat hal ini disebabkan akumulasi berbagai faktor.
Faktor ini antara lain stres atau tekanan takut akan terinfeksi penyakit, rasa takut kehilangan anggota keluarga, masalah ekonomi, kehilangan dukungan keluarga, hilang kesempatan pergi berlibur atau keluar rumah, akses terbatas ke fasilitas layanan kesehatan, kurangnya sosialisasi antar teman, serta kurangnya akses ke sekolah dan fasilitas olahraga.
Baca Juga: Aktivitas Otak Penderita Trauma Bisa Memprediksikan Kesehatan Mental Jangka Panjang Mereka
Sependapat dengan Listya, menurut Fransiska, pandemi berdampak terhadap kesehatan fisik remaja. Akibat aktivitas fisik yang kurang, screen time berlebih karena saat ini semua serba online, pola tidur yang tidak teratur, serta kebiasaan makan yang berubah dapat meningkatkan risiko obesitas dan penyakit kardiovaskular.
Penelitian yang dilakukan UNICEF dengan melibatkan responden sebanyak 8.444 remaja di sembilan negara pada bulan-bulan pertama pandemi menunjukkan, sebanyak 27 persen melaporkan merasa cemas dan 15 persen depresi dalam tujuh hari terakhir.
Sebanyak 46 persen responden melaporkan memiliki motivasi yang kurang untuk melakukan kegiatan yang biasanya mereka sukai, 36 persen merasa kurang termotivasi untuk melakukan pekerjaan rutin.
Persepsi mereka tentang masa depan juga telah terpengaruh secara negatif, terutama dalam kasus remaja perempuan yang memiliki dan menghadapi kesulitan tertentu. Sebanyak 43 persen remaja perempuan merasa pesimis tentang masa depan dibandingkan dengan 31 persen remaja laki-laki. ANTARA
Baca Juga: Studi: Ibu yang Alami Kecemasan Usai Melahirkan Lebih Punya Ikatan Dengan Anak
Berita Terkait
-
Aktivitas Otak Penderita Trauma Bisa Memprediksikan Kesehatan Mental Jangka Panjang Mereka
-
Studi: Ibu yang Alami Kecemasan Usai Melahirkan Lebih Punya Ikatan Dengan Anak
-
3 Artis Ngelawak di Momen Tak Biasa, Ada yang Hibur Anak TK
-
Apa yang Dirasakan Laki-laki Saat Tidak Bisa Punya Anak?
-
Psikolog: Kurang Interaksi Sosial Bikin Orang Rentan Stres di Masa Pandemi
Terpopuler
- Terpopuler Sepak Bola: 9 Pemain Dicoret, Timnas Indonesia Gak Layak Lolos Piala Dunia 2026
- 7 Mobil Bekas Senyaman Innova: Murah tapi Nggak Pasaran, Mulai Rp70 Jutaan, Lengkap dengan Pajak
- 9 Mobil Bekas Murah Tahun Muda di Bawah Rp100 Juta, Kabin Nyaman Muat 8 Penumpang
- 5 Moisturizer Lokal Terbaik 2025, Anti Mahal Kualitas Setara Brand Internasional
- 10 Rekomendasi Mobil Bekas Budget Rp50 Jutaan, Irit Bahan Bakar dan Performa Oke!
Pilihan
-
7 HP Samsung Murah Rp1 Jutaan Terbaik 2025: Ada Kamera 50 MP, Baterai Tahan Lama
-
5 Rekomendasi HP Samsung Rp1 Jutaan Terbaik Juni 2025, Super Murah Performa Mewah
-
7 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik Juni 2025
-
5 Rekomendasi Body Lotion Super Murah Mulai Rp13 Ribuan, Gercep Atasi Kulit Kering
-
Winger yang Diabaikan Lionel Scaloni Segara Bela Malaysia, FAM Bayar Berapa?
Terkini
-
Meluruskan Niat Kurban Patungan: Pesan Bijak dari Gus Baha
-
Banyak Beri Kontribusi, BRI Raih Penghargaan Sustainable Impact in Women-Led Urban Agriculture
-
Ribuan Anak di Jatim Menikah Dini, yang Tak Tercatat Lebih Banyak?
-
Jaringan Uang Palsu di Ngawi Dibongkar, Kepala Desa Terlibat
-
Ajukan Kartu Kredit BRI Easy Card Kini Bisa Lewat Website, Cepat dan Praktis!