Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Rabu, 12 Januari 2022 | 19:56 WIB
Ilustrasi pernikahan dini. (Shutterstock)

SuaraJatim.id - Kasus pernikahan dini di Kabupaten Ponoroho juga melejit selama 2021 kemarin. Ini terlihat dari jumlah pendaftar dispensasi nikah.

Data dari Pengadilan Agama (PA) Ponorogo, selama 2020 pemohon untuk minta dispensasi nikah sebanyak 241 perkara. Jumlah itu naik di tahun 2021 lalu, yakni 266 perkara mengenai dispensasi nikah.

Seperti dijelaskan Humas PA Ponorogo Sukahatta Wakano, dulu biasanya lulus SMA bisa langsung menikah, saat ini sudah tidak bisa lagi.

"Remaja baik putra dan putri yang ingin menikah dan masih berumur di bawah 19 tahun harus mengajukan permohonan menikah," ujarnya seperti dikutip dari beritajatim.com, jejaring media suara.com, Rabu (12/01/2022).

Baca Juga: Mau Vaksin, Emak-emak Tewas Ditubruk dari Belakang, Gegara Belok Mendadak di Ponorogo

"Kenaikan terlihat ketika undang-undang perkawinan berubah. Pemohon dispensasi nikah langsung melonjak," katanya menambahkan.

Mereka ini rata-rata sudah mengajukan nikah ke kantor urusan agama (KUA) di masing-masing kecamatan. Namun, karena belum cukup umur mencapai 19 tahun, pihak KUA menolak. Barulah mereka melakukan permohonan ke PA Ponorogo.

Alasan mereka menikah, mayoritas yang mendominasi bahwa si perempuan sudah berbadan dua atau hamil. Ada yang di umur 17 tahun sudah hamil, bahkan umur 15 pun juga ada yang sudah hamil.

Sukahatta bahkan menyebut ada pihak perempuan yang mengajukan dispensasi nikah, dalam keadaan bayi yang dikandung sudah melahirkan. Mau tidak mau, orangtua yang bersangkutan mencari pria yang menghamili untuk mempertanggungjawabkan dengan menikahinya.

"Dengan kondisi itu, yang kita lihat itu, bagaimana menyelamatkan si bayinya. Status dan bapaknya jelas," katanya menambahkan.

Baca Juga: Kisah Pilu Siswi SMP di Ponorogo, Baru Tiba di Sekolah Meninggal Dunia

Dari 266 perkara dispensasi nikah di tahun 2021, pemohon dengan kasus hamil duluan mendominasi dengan 65 persen. Sisanya ada yang sudah berhubungan layaknya suami istri, ada yang menikah karena takut zina dan fitnah.

"Paling tinggi alasannya ya meried by accident (MBA). Ya awaknya karena pemasaran malah mencoba dan hingga hamil," katanya menegaskan.

Situasi ini memicu keprihatinan DPRD setempat. Ketua DPRD Ponorogo Sunarto menyebut untuk menekan angka pernikahan dini ini, merupakan tanggungjawab bersama. Tidak boleh dilepaskan atau dibebankan tanggungjawabnya ke pihak tertentu.

"Ini keprihatinan bersama, tidak bisa dianggap sebagai tanggungjawab pihak tertentu. Untuk menekan angka pernikahan dini ya tanggungjawab jawab bersama," ujarnya.

Legislator dari Partai Nasdem itu mengungkapkan bahwa teman-teman di dewan sebenarnya tidak tinggal diam atas fenomena pernikahan dini ini.

Pihaknya bahkan pernah mengajukan rancangan peraturan daerah (raperda) inisiatif tentang pencegahan pernikahan dini.
Namun, raperda itu ditolak oleh biro hukum Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim). Tentu petugas di biro hukum pemprov Jatim ini punya argumen, kenapa raperda itu akhirnya ditolak.

"Waktu dapat kabar ditolak itu ya kecewa, tapi kita juga taat dan patuh pada regulasi. Kata bagian hukum, penolakannya karena bertentangan dengan peraturan lain. Ya harus kita hormati itu," ujarnya menegaskan.

Load More