SuaraJatim.id - Pengujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih terus dilakukan. Tidak hanya oleh lembaga negara, namun juga akademisi.
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) baru-baru ini menggelar seminar nasional yang membahas mengenai RUU KUHAP.
Menariknya dalam seminar tersebut sempat disinggung mengenai kewenangan Kejaksaan yang tertuang pada RUU KUHAP Pasal 6. Salah satu peserta bernama Aulia bertanya implikasi dari perluasan kewenangan Jaksa dalam RUU KUHAP, yang berpotensi mempengaruhi peran Polri sebagai penyidik utama.
Aulia lantas menyinggung mengenai Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Pasal 17 yang menyebut tidak ada perundang-undangan memberikan kewenangan atribusi kepada jaksa untuk melakukan penyidikan.
Akan tetapi dalam RUU KUHAP Pasal 6 kewenangan tersebut berpotensi tumpang tindih. Disebutkan bahwa penyidik merupakan pejabat pegawai negeri yang ditunjuk secara khusus menurut undang-undang tertentu, yang diberi kewenangan melakukan penyidikan.
“Pernyataan ini membuka peluang bagi Jaksa untuk melakukan penyidikan di luar institusi Polri, yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan,” katanya dikutip, Jumat (31/1/2025).
Aulia juga bertanya mengenai kewenangan Jaksa menerima laporan dari masyarakat. Ia khawatir itu justru akan melemahkan sistem peradilan pidana terpadu.
Prof Deni SB Yuherawan yang menjadi pembicara mengungkapkan kewenangan tersebut akan merugikan sistem peradilan pidana secara keseluruhan.
“Implikasi dari kewenangan ini, kita tahu persis dampak yuridisnya. Yang dirugikan bukan hanya penyidik atau jaksa, tetapi sistem peradilan pidana secara keseluruhan. Hak asasi manusia bisa terganggu karena persoalan kewenangan yang tidak jelas,” kata Deni.
Baca Juga: Ditangkap Kejagung, 3 Hakim Pemutus Bebas Ronald Tannur Jadi Tersangka
Dosen Universitas Trunojoyo itu menilai, hukum haruslah clear dan precise, yakni jelas, tepat, dan akurat.
Artinya, memiliki kewenangan jelas tanpa ambigu setiap instansi. Menurutnya, kewenangan harus limitatif, karena kalau tidak, justru akan terjebak dalam perebutan kewenangan yang tak jelas arah tujuannya.
Namun demikian, Deni mengingatkan untuk memberikan kewenangan dalam sistem hukum Indonesia dengan penuh kehati-hatian. Sebab, kalau tidak dibagi peradaban akan terganggu.
“Jangan biarkan kewenangan kemana-mana. Kalau satu, ya satu. Jangan ada frasa ‘Dan lain-lain' yang membuat kewenangan itu kabur dan tidak terarah,” tegasnya.
Deni juga menyentil kelemahan dalam KUHAP Nasional berlaku sebelumnya yang masih banyak celah.
"Kalau kita sudah berpikir dengan matang dan benar, siapapun yang menjadi begawan hukum nanti, seyogyanya itu harus didukung oleh DPR RI. RUU tersebut harus benar-benar didalami sebelum disahkan," paparnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 2 Cara Menyembunyikan Foto Profil WhatsApp dari Orang Lain
- Omongan Menkeu Purbaya Terbukti? Kilang Pertamina di Dumai Langsung Terbakar
- Selamat Tinggal Timnas Indonesia Gagal Lolos Piala Dunia 2026, Itu Jadi Kenyataan Kalau Ini Terjadi
- Jemput Weekend Seru di Bogor! 4 Destinasi Wisata dan Kuliner Hits yang Wajib Dicoba Gen Z
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
Pilihan
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
-
165 Kursi Komisaris BUMN Dikuasai Politisi, Anak Buah Prabowo Merajai
Terkini
-
Kisah Ibnu, Santri Ponpes Al Khoziny Sidoarjo yang Dikira Hilang Ternyata Selamat
-
Khofifah Tegaskan Profesionalisme Tim DVI dalam Identifikasi Korban Mushalla Ponpes Al Khoziny
-
3 Kunci Utama Untuk Dapatkan DANA Kaget Secepat Kilat di Malam Minggu
-
BRI Tegaskan Komitmen Dukung Asta Cita Lewat Akselerasi KPR FLPP
-
DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu