Scroll untuk membaca artikel
Baehaqi Almutoif
Rabu, 19 Maret 2025 | 04:08 WIB
Sekretaris DPD PDI Perjuangan Sri Untari Bisowarno. (ANTARA/HO)

SuaraJatim.id - Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Sri Untari Bisowarno meminta penundaan penerapan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Untari menilai, perpres ini akan membuat rumah sakit kelebihan kapasitas. Artinya, jumlah ranjang tidak akan mampu menampung jumlah pasien.

Saat ini saja, jumlah pasien yang masuk seperti di Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Dr Soetomo seringnya melebihi kapasitas. “Kami minta pemerintah pusat menunda kebijakan KRIS karena belum tepat dilaksanakan tahun ini," ujar Sri Untari, Minggu (16/3/2025).

Politikus yang juga menjabat sebagai penasehat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu mengungkapkan, usulan penundaan muncul setelah berdialog dengan beberapa rumah sakit lain milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur atau Pemprov Jatim.

Baca Juga: Jambret Gagal di Surabaya, Satu Pelaku Ditangkap, Temannya Tewas

Sistem ini dinilai akan mengurangi daya tampung rumah sakit. Padahal, selama ini RSUD Dr Soetomo misalnya selalu 21.000 - 37.000 pasien rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Dengan adanya KRIS praktis daya tampung rumah sakit harus dikurangi, karena hanya diperbolehkan menampung 4 bed di satu ruangan rawat inap,” katanya.

KRIS ini akan menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 di BPJS Kesehatan, dengan tujuan menyamaratakan kualitas pelayanan di rawat inap. Namun masalah muncul tentang aturan kepadatan ruang rawat inap di rumah sakit.

Tempat tidur di rawat inap maksimal dibatasi 4 bed, dengan jarak minimal 1,5 meter dalam satu ruangan. Aturan ini akan mengurangi jumlah daya tampung dari rumah sakit tersebut. "Nah selama ini di RSUD dr Soetomo rata-rata satu ruangan ada 6 tempat tidur,” kata Sri Untari.

Untari mengungkapkan, KRIS sebetulnya bertujuan baik dengan membuat pasien nyaman berada di rawat inap. Akan tetapi kalau melihat realitas jumlah orang yang berobat, tentu agak menyulitkan.

Baca Juga: Rencana Pansus Bank Jatim di DPRD Jatim Maju Terus, Segera Terbentuk?

“Sebelum KRIS diberlakukan saja RSUD Soetomo ini sudah overload, apalagi kalau nanti KRIS diberlakukan,” katanya.

Selain itu, potensi RSUD Dr Soetomo kehilangan pendapatan juga kemungkinan terjadi. Ditaksir rumah sakit milik Pemprov Jatim itu akan kehilangan pendapatan sampai Rp180 Miliar.

"Kami menyarankan kepada pemerintan pusat jangan menerapkan peraturan ini dulu. Alasan pertama KRIS ini membuat masyarakat kekurangan bed karena RSUD Dr soetomo termasuk rumah sakit sebagai 60 terbesar dunia dengan predikat rumah sakit yang memiliki alat lengkap dan pelayanan bagus," katanya. 

RSUD Dr Soetomo merupakan rumah sakit umum milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Rumah sakit ini termasuk tipe A. 

Sebagai rumah sakit rujukan terbesar di wilayah Indonesia bagian timur, RSUD Dr. Soetomo menyediakan berbagai layanan medis yang lengkap dan canggih. Selain itu tersedia berbagai spesialisasi medis dan fasilitas penunjang yang modern.

Rumah sakit ini tidak hanya menjadi rujukan bagi pasien asal Surabaya dan sekitarnya, tetapi juga seluruh masyarakat Jawa Timur. Bahkan, juga di Indonesia bagian Timur. 

Rencananya, Komisi E DPRD Jatim berencana segera koordinasi dengan Komisi IX (Bidang Kesehatan) DPR RI supaya mendapat masukan dari daerah.

Menurutnya, penerapan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan ini bisa mengakibatkan layanan kesehatan tertunda.

"Kalau layanan kesehatan terhadap masyarakat tertunda pasti mortalitas (tingkat kematian) tinggi, kalau tidak mortalitas tinggi tentu akan membuat keluarga mengeluarkan biaya perawatan tinggi terus menerus,” tandasnya. (***)

Load More