Kisah Mencekam saat Menjalani Karantina di Gedung SD Bekas Pabrik Gula

Merinding, lur.

Dany Garjito
Rabu, 15 April 2020 | 20:52 WIB
Kisah Mencekam saat Menjalani Karantina di Gedung SD Bekas Pabrik Gula
Ruangan UKS di SDN Rejoagung yang digunakan untuk karantina pemudik, Rabu (15/4/2020). [Foto/Yusuf Wibisono]

SuaraJatim.id - Ada kisah mencekam saat karantina, salah satunya dialami Gery Prasetyo (27) yang menjalani karantina di SDN Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang.

Diberitakan Beritajatim -- Jaringan Suara.com, saat malam tiba, Gery mendengar suara-suara aneh di lokasi ia dikarantina. Mulai suara seperti orang sedang batuk, sampai suara atap ruangan yang seperti dipukul-pukul. Bahkan, bangku yang sudah tertata rapi bisa tiba-tiba roboh secara bersamaan.

Gery mau tidak mau harus mengalami hal ganjil tersebut untuk menjalani masa karantina selama 14 hari.

Memang sejak virus corona atau Covid-19 mewabah, masing-masing desa di Kabupaten Jombang menyiapkan gedung SD untuk ruang karantina. Tak terkecuali di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso. Pemdes Rejoagung memilih ruangan UKS di SDN setempat untuk karantina. Ruangan tersebut berada di samping perpustakaan. Ukurannya 6 X 7 meter.

Baca Juga:61 Perusahaan di Jakarta Kena Sidak, 5 Kantor Ditutup Karena Langgar PSBB

Di dalam ruangan tersebut terdapat empat bed (tempat tidur) yang ditata berjajar. Ada pula meja berikut kursi serta etalase. Semua klop dengan adanya poster yang berisi kampanye kesehatan di dinding UKS. Nah, di atas salah satu bed itulah Gery menghabiskan malam-malam yang mencekam itu.

Gery menuturkan, dia mulai menghuni ruang karantina itu pada Selasa (7/4/2020). Dia diantar oleh keluarganya. Ketika hari mulai gelap, Gery dilanda keresahan. Apalagi, ketika melihat situasi di luar, Gery hanya melihat luasnya lapangan sekolah. Kemudian ada pohon beringin tua yang sulurnya mulai mencium tanah. Ada juga pohon kamboja yang daunnya mulai rontok ketika diterpa angin.

Sejak malam pertama, tidak nyaman. Ada suara-suara aneh di sekitar. Ada suara seperti orang batuk di pojok ruangan. Seperti ada orang berjalan di dekat pohon pisang. Bahkan genting ruangan itu seperti ada yang melempari. Ada suara gaduh,” kata Gery menceritakan pengalamannya selama di ruang karantina, Rabu (15/4/2020), seperti dikutip dari Beritajatim -- Jaringan Suara.com.

Malam kedua tidak jauh berbeda. Malam ketiga Gery semakin merana. Namun Gery tetap bertahan. Puncaknya, pada malam ke-empat. Saat itu, suasanya sangat sepi. Bapak satu anak ini tak bisa memejamkan mata. Malam bertambah larut, pikiran Gery semakin kalut. Nah, saat itulah dia mendengar suara bangku berjatuhan di ruang kelas. Bangku-bangku itu roboh berserakan.

Dengan diliputi ketakutan, Gery pun lari tunggang langgang meninggalkan ruangan karantina pada Sabtu (11/4/2020) dini hari itu. Dia mencoba mengubungi tukang kebun sekolah, tapi tak ada respon.

Baca Juga:Skandal Polisi Gay, Kapolres Probolinggo: Sanksi Pasti Diberikan

“Akhirnya saya meminta mertua untuk menemani. Termyata memang benar, bangku-bangku di ruang kelas itu roboh. Esok harinya saya menghubungi Pak Kepala Desa dan meminta isolasi di rumah,” kata Gery ketika ditemui di rumahnya Dusun Kopensari, Desa Rejoagung.

Di rumahnya itu Gery menceritakan secara panjang lebar mulai kedatangannya dari Italia hingga menghuni ruang karantina selama empat hari. Dia membantah tudingan bahwa kabur dari ruang karantina. Karena saat meninggalkan ruang karantina tersebut dirinya minta izin ke pemerintah desa.

Karena saya tidak kuat, tiap malam ada suara-suara aneh. Akhirnya saya pamit ke Pak Kades untuk isolasi di rumah. Setelah dilakukan kordinasi dengan pihak kecamatan akhirnya diizinkan. Alhamdulillah saya juga sehat. Saya negatif corona,” kata Gery.

Gery mengatakan, dia sudah lima tahun bekerja di kapal wisata asal Italia. Saat virus corona merebak di Indonesia atau akhir Maret 2020, pria berkulit putih ini berada di Dubai. Oleh pihak perusahaan, para ABK (anak buah kapal) dibawa kembali ke Italia.

Di Italia, Gery dkk harus menjalani karantina selama 15 hari di sebuah hotel. Pada hari terakhir kemudian dilakukan tes.

“Alhamdulillah hasilnya negatif, sehingga saya boleh pulang ke Indonesia,” kata pria kelahiran Desa Banjarsari, Kecamatan Bandar Kedungmulyo, Jombang, ini.

Sugeng selaku Kepala Desa Rejoagung membenarkan bahwa Gery hanya menjalani isolasi di ruang SD selama empat hari. Namun demikian, isolasi dilanjutkan secara mandiri di rumah.

Kondisinya sehat. Kita terus melakukan kordinasi dengan tim medis,” ujar Sugeng.

Tak hanya itu, Kepala Desa yang sudah menjabat selama tiga periode ini pun menanggapi gedung sekolah yang dijadikan lokasi karantina.

Ia membenarkan bahwa gedung sekolah yang digunakan untuk karantina para pemudik di Rejoagung itu banyak ‘penampakan’.

Sebelum didirikan bangunan sekolah dasar, lahan di sini dulunya pabrik gula milik Belanda," kata Sugeng menjelaskan

"Memang lokasinya cocok untuk uji nyali," ujar Sugeng memungkasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini