SuaraJatim.id - Sejak Virus Corona mewabah di tanah air, dampaknya dirasakan berbagai kalangan. Salah satu yang terimbas pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini adalah perajin sarung tenun di Desa Gedangkulut, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik.
Pandemi Corona yang hingga kini masih berdampak, membuat perajin berhenti beroperasi. Penyebabnya perusahaan produsen yang biasa mengambil sarung tenun produksi warga desa setempat, sudah memutuskan kontrak. Mereka tidak lagi dipekerjakan.
Salah satu perajin di desa tersebut, Heni (30) mengaku tidak bekerja lagi sejak seminggu sebelum Ramadan. Ia diberitahu, jika home industri tempatnya bekerja sudah diputus kontrak oleh perusahaan sarung.
Kini, nasib ibu satu anak ini terkatung-katung lantaran tidak punya pekerjaan lagi. Bahkan, kekinian, aktivitasnya hanya memasak dan merawat anak di rumah.
Baca Juga:Kisah Ubad, Perajin Tusuk Kue yang Kini Pasrah Ditengah Pandemi
“Kalau di tempat saya bekerja ada sekitar 50 orang diputus dari pekerjaanya. Mereka rata-rata kembali bekerja sebagai petani, tapi kebanyakan pengangguran,” kata Heni saat ditemui di rumahnya, Selasa (12/5/2020).
Imbas pemutusan kerja tersebut makin membuat Heni kebingungan. Lantaran, dia harus membayar cicilan motor yang diangsurkan sejak 11 bulan lalu dan hingga kini belum lunas. Sebulan sekali, ia terbebani harus membayar sebesar Rp 1 juta. Sedangkan jangka waktu untuk pelunasan cicilan masih dua tahun lagi.
“Saya sedih tidak bisa bekerja, cicilan motor masih panjang. Bulan ini saja belum kebayar, saya pasrah semisal tak bisa bayar silakan motor saya diambil. Saat ini hanya mengandalkan penghasilan suami,” jelasnya.
Perajin lain yang merasakan dampak pemutusan kerja itu adalah Susi. Namun, perempuan berusia 39 tahun itu masih beruntung. Sejak tidak bekerja di home industri sarung tenun, ia membuat sendiri tenunan sarung di depan rumahnya. Sarung yang berhasil ditenun, kemudian diserahkan kepada pengusaha per orangan.
Meski gaji yang diterima tidak sebesar di home industri, penghasilan dari tenunan sarung di rumahnya ini masih bisa diandalkan untuk kebutuhan setiap hari. Dalam seminggu, ia bisa menyelesaikan dua tenun sarung. Per sarungnya dia bisa memperoleh uang sebesar Rp 150 ribu.
Baca Juga:Pandemi Tak Kunjung Usai, Nasib Perajin Batik Kulon Progo di Ujung Tanduk
“Sebulan pendapatan dari tenun sarung ya Rp 1,2 juta. Disyukuri saja, yang penting ada pemasukan daripada tidak ada sama sekali,” ujarnya.
Sebagai perbandingan, jika sebelumnya ia saat bekerja di home industri, Susi bisa mendapatkan uang sebesar Rp 2,5 juta lebih dalam sebulan. Satu sarung yang ditenun bisa dihargai Rp 380 ribu. Jika ia kebagian menenun dengan corak yang sulit, gajinya bisa bertambah.
Selain berimbas di perajin, dampak Virus Corona juga menyasar di kalangan pengusaha kecil sarung tenun. Salah satu pemilik usaha di Desa Wedani, Arya mengakui, sejak covid-19 menyebar, penjualan sarung miliknya turun hingga 60 persen.
“Kalau hari raya kemarin pembelian lancar, bisa sampai 100 kodi. Sekarang hanya 40 hingga 60 kodi, padahal sudah mendekati hari raya,” katanya.
Kesulitan lain juga diungkapkannya, terkait pengambilan bahan baku sarung. Sejak adanya Covid-19 benang dan sutra yang biasanya diimpor dari negara Cina kini tersendat. Akibatnya, bahan baku sulit didapatkan.
“Selama ini belum ada pengurangan pekerja, tapi untuk mensiasati agar tidak rugi terlalu besar, pembuatan tenun dari pekerja saya batasi. Jika sebelumnya boleh membuat sarung tanpa ada batas, kini seminggu hanya setor dua sarung saja."
“Tapi kalau keadaanya tidak membaik, kemungkinan besar akan ada penguarangan pekerja. Sebab untuk jual saja susah, ditambah beberapa wilayah menerapkan lockdown jadi terhambat,” katanya.
Kontributor : Amin Alamsyah