SuaraJatim.id - Bagi Wantono, sawah adalah sumber kehidupan. Dari sana, warganya bisa bertahan hidup selama generasi ke generasi.
Dia menolak lahannya dijual untuk proyek strategis nasional berupa kilang minyak Pertamina. Wantono warga Desa Sumurgeneng dan Desa Wadung, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.
Wantono (39), salah satu pemilik mengatakan, sawah telah mampu mencukupi seluruh kebutuhan keluarganya. Mulai dari sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah), dan pendidikan.
"Bahkan tahun kemarin saya bisa memberangkatkan orang tua untuk melaksanakan haji," jelasnya kepada SuaraJatim.id.
Baca Juga:Tambah 285 Pasien, Positif Corona di Jakarta Capai 18.230 Orang
Sawah yang dimiliki ada 9 petak dengan luas total 5 hektar. Pada hasil panen kacang musim kemarin, dia mendapatkan keuntungan Rp 39 juta.
"Panen kacang musim kemarin saya memperoleh untung Rp 39 juta per dua petak sawahnya. Kemudian hasil itu ditabungkan berupa sapi dan emas," tambahnya.
Keuntungan puluhan juta tersebut tentu butuh waktu yang lama. Setiap hari dia harus berangkat pagi untuk merawat tanaman pertaniannya.
Sekaligus mencari rumput untuk pakan hewan ternak (sapi).
"Sampai di sawah ada kesenangan tersendiri merawat tanaman pertanian. Apalagi meilihat tanaman siap panen. Kebahagiaannya itu sangat luar. Merasa bersyukur sekali atas karunia-Nya," ujar Wantono.
Baca Juga:Belum Punya Data Pegawai Positif Corona, Disnaker DKI: Baru Tiga yang Lapor
Dari seluruh lahan yang ditetapkan sebagai lokasi kilang minyak Pertamina. Masih banyak puluhan petak yang belum dijual oleh pemilik.
Yakni ada 18 petak sawah berada di Desa Wadung dan 88 petaknya milik warga Desa Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban.
Sejumlah pemilik lahan yang tanahnya masuk ke dalam proyek kilang minyak Pertamina di Kabupaten Tuban, ngotot tidak ingin menjual lahan mereka. Pemilik lahan itu di antaranya meliputi warga Desa Sumurgeneng dan Wadung, Kecamatan Jenu, Kamis (23/7/2020).
Meski lahan mereka termasuk ke dalam proyek strategis nasional, para pemilik tetap enggan menjual. Salah satu pemilik lahan, Hajah Karni (46) menegaskan, tidak menjual lahan tersebut karena selama ini menjadi sumber penghidupan keluarganya.
"Sama sekali tidak ingin menjual, jangan dipaksa. Itu sumber pangan kok. Dan itu untuk kelangsungan hidup kami hingga anak dan cucu kami nanti," ujarnya usai menghadiri sosialisasi pengukuran tanah dari BPN Kabupaten setempat di kantor Pemerintah Desa Wadung.
Tidak hanya lahan pertanian yang masuk ke dalam rencana proyek tersebut. Melainkan beberapa rumah warga desa juga menjadi sasarannya.
Salah satunya, Sumisih (67) warga Desa Wadung mengatakan bahwa keluarganya tidak ingin menjual. Karena tahun 80 an dia pernah direlokasi ketika proyek Gardu Induk Mliwang milik PT PLN Persero berjalan.
"Tahun 1985 atau 1986 itu kami pernah sempat kena gusur saat pembangunan PLN. Terus pindah dan sekarang mau kena rencana pembangunan lagi. Tidak mau, berat pokoknya untuk menjual rumah kami," katanya.
Setelah mendengarkan pernyataan warga, Kasi Hubungan Hukum Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tuban Lalu Riyanta mengatakan, seluruh hasil pertemuannya dengan warga segera disampaikan ke pimpinannya.
"Kenyataannya tanah warga tidak mau diukur atau menolak menerima ganti rugi. Kalau kebutuhan tanah itu ada KLHK, Perhutani dan warga. Kalau yang dibebaskan itu semuanya tidak ada masalah. Cuman ada lahan warga sekitar yang belum dibebaskan sekitar 50 hektar," tambahnya.
Kontributor : Andri Yanto