SuaraJatim.id - Massa pekerja hiburan malam yang menggelar aksi demonstrasi kecewa karena gagal menemui Wali Kota Tri Risma Harini saat menggelar aksi di Balai Kota Surabaya pada Senin (3/8/2020).
Lantaran kesal suara mereka tak digubris elite pemerintahan Kota Pahlawan tersebut, pekerja yang terdiri dari ladies escort (LC), pemandu lagu dan pekerja hiburan malam lainnya menyalakan lagu yang biasa diputar di tempat mereka bekerja.
Mereka mengaku kecewa dengan tidak adanya keberpihakan pemerintah Kota Surabaya terhadap pekerja hiburan malam yang selama pandemi Covid-19 tidak mendapat pemasukan sama sekali.
"Kami akan tetap melakukan aksi damai, saat ini hingga Perwali no 33 Tahun 2020 dicabut," ujar korlap aksi Nurdin.
Baca Juga:Putar Kencang Musik Dugem, Tiga Cewek Bergoyang di Depan Kantor Risma
Tak hanya itu, dia juga memberitahu, bahwa teman-teman yang bekerja sebagai Lady Escort (LC) menjelaskan bahwa pekerjaannya bukan melacur. Mereka hanya menemani para tamu untuk minum saja.
"Satu kebanggaan buat adik-adik LC, mereka mengaku bukan pelacur, seperti yang dikira orang selama ini. Mereka hanya menemani tamu untuk minum saja," katanya.
Dia juga kembali menjelaskan, dirinya takut jika para LC ini tidak bisa bekerja kembali, karena saat ini kembali marak jual jasa seks melalui online.
"Bisa tambah berbahaya, jika para LC ini nggak bisa kerja seperti biasanya. Nantinya semakin banyak PSK-PSK yang berjualan secara online," ungkapnya.
Sementara, seorang pemandu lagu yang ikut aksi, Mirza Azizah, sempat menuangkan keinginannya, agar batas jam malam kembali dicabut oleh Pemkot Surabaya.
Baca Juga:Kecewa Risma Ogah Bertemu, Para Pekerja Malam Ancam Demo Besar-besaran Lagi
"Sudah lima bulan kami enggak ada pemasukan, uang tabungan juga sudah habis, mau makan apa anak-anak kita, kebanyakan dari kami ini janda," keluhnya.
Sebelumnya diberitakan, ratusan pekerja hiburan malam menggeruduk Balai Kota Surabaya pada Senin (3/8/2020). Dalam aksinya mereka menuntut Wali Kota Tri Rismaharini mencabut Perwali nomor 33 Tahun 2020.
"Kami berharap Bu Wali segera mencabut Perwali, karena kami enggak bisa kerja selama 5 bulan lamanya," ujar salah satu pekerja karaoke Mirza Azizah.
Mirza menuturkan, dengan adanya aturan tersebut ia dan rekan-rekannya tidak bisa menghidupi keluarga di tengah pandemi Covid-19.
"Kebanyakan kami sendiri juga para janda, terus gimana kami beri makan anak-anak?," imbuhnya.
Selain itu, mereka juga mengaku sangat kesulitan dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, banyak dari mereka sudah kehabisan tabungan.
"Untuk bayar kos saja susah. Kalau dihitung, kami bayar kos Rp 1,5 Juta sebulan, paling enggak kami harus punya uang Rp 50 ribu seharinya," ucapnya.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa