SuaraJatim.id - Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Surabaya Arif Fathoni, mengaku bangga kalau benar Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta minta saran ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini soal penanganan banjir itu murni karena penilaian kompetensi.
"Kalau murni kompetensi, sebagai warga Surabaya Saya bangga," katanya saat dihubungi SuaraJatim, Jumat (23/10/2020) sore.
Namun demikian, Ia mempertanyakan kenapa kota banjir (DKI Jakarta) belajar ke Surabaya yang juga kota banjir? Sebab sampai sekarang di Surabaya juga masih sering terjadi banjir.
"Kota banjir kok belajar ke kota banjir. Jadi menurut saya, penanganan yang dilakukan Bu Risma, itu mengubah diksi banjir jadi genangan air. Jadi mungkin Pansus DPRD DKI itu ingin belajar mengubah diksi banjir menjadi genangan," katanya.
Baca Juga:Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta Minta Saran ke Wali Kota Risma Atasi Banjir
Ia melanjutkan, "Jadi kalau memang seperti itu, Bu Risma itu memang handal mengubah diksi itu, dari banjir menjadi genangan."
Sebelumnya, Pansus Banjir DPRD DKI meminta saran kepada Wali Kota Risma bagaimana menyelesaikan masalah banjir di Jakarta. Salah satu anggota Pansus, Wa Ode Herlina, mengeluhkan bagaimana ruwetnya menangani banjir di DKI Jakarta.
Oleh sebab itu Ia meminta Risma untuk memberikan saran supaya DKI Jakarta bisa mengatasi banjir yang seakan tidak bisa ditangani oleh Anies Baswedan dan jajarannya.
"Kami Pansus Banjir punya kesungguhan untuk menyelesaikan banjir di Jakarta. Ibu saran apa sih yang bisa dilakukan di Jakarta? Mungkin ada saran apa supaya ada kerja nyata dari kami dalam mengatasi banjir di DKI Jakarta?" tanya Wa Ode Herlina.
Mendengar pertanyaan tersebut, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini tampak berhati-hati memberikan sarannya pada Pansus yang datang ke kantornya.
Baca Juga:Polisi Peringatkan Cewek Surabaya Joget-Joget Saat Kendarai Motor
"Kalau saran ini, karena saya diminta lho ya, nanti saya salah lagi," ujarnya di hadapan para tamunya.
Risma mengaku, jika dirinya sempat mendengar bahwa bidang pedestrian itu berada di bawah Dinas Pertamanan. Sedangkan bidang saluran berada di Dinas Pekerjaan Umum (PU).
"Yang saya dengar itu, katanya Pedestrian itu di bawah Dinas Pertamanan, sementara salurannya ada di PU. Ini tidak bisa manajemen seperti itu, karena kalau dua, satunya pengen bangun apa gitu, koordinasinya harus kuat. Kalau tidak kuat, dia akan saling merugikan satu sama lainnya, makanya kemudian dibangun saja, sementara salurannya tidak diperbaiki," katanya.
Selain itu, kapasitas salurannya juga harus dihitung. Jadi, kapasitas saluran air itu dapat menampung berapa meter kubik, itu harus dihitung dengan matang supaya air bisa tertampung.
"Di samping itu, dulu Bu Erna (Kepala Dinas PU dan Pematusan) bilang bahwa itu banjir kiriman, terus saya tanya, emang itu kiriman dari Bupati Sidoarjo? Kiriman dari Bupati Mojokerto? Atau kita harus menyalahkan Tuhan? Memang letak kita ini diujung. Makanya harus bergerak, tidak beralasan aja. Sulit iya, makanya kita kerjakan. Ini sudah karunia Tuhan, ini sudah takdir sehingga harus kita kerjakan dan atasi," katanya.
Risma juga menjelaskan, DKI Jakarta sudah harus berpikir bagaimana mengurangi debit air sebelum masuk kota. Oleh sebab itu harus dihitung dan harus dikerjakan supaya air itu tidak masuk semuanya ke dalam kota.
Ia juga mengaku sempat melihat peta saluran DKI ketika dirinya diminta berbicara di salah satu forum, akhirnya saat itu dia tahu bahwa sebelum masuk kota, ada dua saluran terpisah, dan itu harus dimanfaatkan untuk memecah air supaya tidak semuanya masuk ke dalam kota.
"Pasti bisalah mengatasi banjir di sana, karena anggarannya juga besar dibanding Surabaya," katanya.