SuaraJatim.id - Setiap orang memiliki hak mendapatkan pendidikan setara dan layak, tak terkecuali bagi mereka yang memiliki keterbatasan khusus.
Terinspirasi dari situ, salah satu Tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil memberikan terobosan dengan merancang termometer berbasis suara sebagai sarana praktikum siswa tuna netra dalam mengukur temperatur.
Salah satu dosen dari Departemen Teknik Material dan Metalurgi yang tergabung dalam tim tersebut, Azzah Dyah Pramata menjelaskan jika termometer ini ketika digunakan dapat memunculkan suara secara otomatis sesuai temperatur hasil pengujiannya. Sehingga orang yang melakukan pengujian hanya cukup mendengarkan suara dari termometer tersebut.
Bagi seorang tunanetra, termometer ini akan sangat membantu mereka dalam melakukan pengukuran temperatur, khususnya bagi seorang siswa yang mengalami keterbatasan tersebut.
Baca Juga:Tingkatkan Kualitas, Petani Karet Muba Dikenalkan Teknologi Lateks Pekat
"Sehingga semua siswa bisa mendapatkan akses yang sama dalam pembelajaran," ungkap dosen yang pernah meraih penghargaan Young Female Researcher Awards dari Pemerintah Jepang ini, Rabu (23/12/2020).
Prinsip kerjanya, lanjut Azzah, sensor pada termometer tersebut akan mendeteksi besar temperatur dalam jangkauan 0-100 derajat celcius. Selanjutnya, perangkat arduino akan memberikan perintah untuk mengaktifkan suara sesuai dengan besaran temperatur yang dideteksi.
Dosen lulusan Kumamoto University, Jepang tersebut juga menyebutkan, banyak aspek yang harus diperhatikan dalam mendesain termometer ini.
"Selain keamanan, sisi ergonomi menjadi hal yang sangat penting dalam perancangannya," ungkap Azzah.
Berhubung penggunanya tidak bisa melihat, Azzah menjelaskan jika setiap tombol yang ada dibuat sesederhana mungkin dan berbeda bentuknya.
Baca Juga:Profil Djoko Saptoadji, Suami Tri Rismaharini yang Jarang Disorot Publik
Hal tersebut akan memudahkan mereka dalam membedakan fungsinya ketika diraba-raba. Selain itu, badan termometer tersebut juga terbuat dari polimer daur ulang yang diproses menggunakan printer tiga dimensi.
Saat ini, termometer tersebut telah dilakukan uji coba di Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa A (SMPLB-A) Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB) Surabaya. Ke depannya, Azzah berharap jika prosesnya bisa berkesinambungan dalam menunjang kurikulum pendidikan bagi tunanetra.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMPLB-A YPAB Surabaya Eko Purwanto, mengaku terbantu dengan adanya termometer tersebut. Pasalnya, siswa tunanetra selama ini masih menggunakan termometer raksa yang harus dibantu dengan orang lain untuk melihat hasil pengukurannya.
"Dengan (termometer) ini, anak-anak bisa melakukan pengukurannya sendiri," ujarnya.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa