Selanjutnya Djoko Tjandra juga terbukti melakukan dakwaan kedua alternatif ketiga dari Pasal 15 Jo. Pasal 13 ayat (1) huruf a UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Dalam dakwaan pertama, Djoko Tjandra terbukti memberi jaksa Pinangki Sirna Malasari sebesar 500 ribu dolar AS, memberikan suap senilai 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura kepada Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte serta 100 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo Utomo.
Uang sebesar 500 ribu dolar AS tersebut diberikan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari agar Pinangki mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh Kejaksaan Agung atas permasalah hukum yang dihadapi Djoko Tjandra.
Tujuannya adalah agar Djoko Tjandra dapat kembali ke Indonesia tanpa harus dieksekusi pidana 2 tahun penjara berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No. 12 tertanggal 11 Juni 2009.
Baca Juga:Tak Akui Perbuatan, Hakim Tolak Justice Collaborator Djoko Tjandra
Djoko Tjandra juga terbukti memberikan uang kepada mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte sejumlah dan 370 dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura serta menyuap mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan (Kakorwas) Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo senilai 100 ribu dolar AS.
Tujuan pemberian uang tersebut adalah untuk mengecek status "red notice" serta membantu proses penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Sedangkan penyerahan uang kepada Prasetijo dilakukan dalam dua kali pemberian yaitu pada 27 April 2020 sebesar 50 ribu dolar AS di gedung TNCC Polri dan pada 7 Mei 2020 sebesar 50 ribu dolar di sekitar kantor mabes Polri.
Dalam dakwaan kedua, Djoko Tjandra terbukti melakukan permufakatan jahat bersama Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya dan Anita Kolopaking untuk mengurus fatwa MA melalui Kejaksaan Agung dengan Djoko Tjandra sepakat membayar biaya 10 juta dolar AS.
Fatwa itu diajukan dengan argumentasi bahwa Peninjauan Kembali (PK) No 12 tertanggal 11 Juni 2009 yang menjatuhkan hukuman kepada Djoko Tjandra selama 2 tahun penjara dalam kasus "cessie" Bank Bali tidak bisa dieksekusi karena yang berhak melakukan PK sedangkan eksekutor dari hukuman adalah Kejagung.
Baca Juga:Djoko Tjandra Divonis 4,5 Tahun Penjara Kasus Suap Jaksa Pinangki
Terhadap putusan tersebut, baik Djoko Tjandra maupun JPU Kejaksaan Agung menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.