SuaraJatim.id - Perobohan plang atau papan nama Muhammadiyah di masjid kawasan Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi menuai kecaman. Aksi tersebut dinilai arogan dan mencederai kerukunan.
Hal itu diungkap aktivis sosial politik Banyuwangi, Danu Budiyono.
Ia mamandang tindakan perobohan papan nama Muhammadiyah senada dengan aksi persekusi. Parahnya lagi dilakukan oleh pemangku kebijakan di tingkat desa dan kecamatan.
Dijelaskannya, tindakan tersebut justru berpotensi memperkeruh dan memicu kegaduhan masyarakat.
Baca Juga:Plang Muhammadiyah di Banyuwangi Dirobohkan dengan Alasan Kondusifitas, Warganet: Wah Gak Benar Ini
"Ini adalah tindakan persekusi. Apalagi dilakukan oleh camat, kepala desa, dan unsur Forpimka. Insiden ini telah merusak tagline 'Banyuwangi Reborn' yang salah satu visi besarnya adalah Merajut Harmoni," kata Danu seperti diberitakan Suarajatimpost.com jejaring Suara.com, Senin (28/2/2022).
Seperti diberitakan, aksi perobohan paksa itu terjadi pada Jumat (25/2/2022) seusai ibadah sholat Jumat. Video itu diunggah oleh channel YouTube Discovery Banyuwangi.
Video berdurasi 25 menit tersebut telah ditonton sebanyak 32 ribu kali. Sedikitnya ada 3 papan nama yang dirobohkan. Diantaranya Pusat Dakwah Muhammadiyah Tampo, Pimpinan 'Aisyiyah Tampo dan TK 'Aisyiyah Bustanul Anfal Tampo.
Danu mengaku sudah melihat video tersebut. Ia pun menilai aksi perobohan paksa itu tidak mencerminkan sisi birokrasi yang humanis.
"Harusnya mereka paham kalau masalah keyakinan, termasuk masalah organisasi keagamaan itu sangat sensitif. Harusnya dibacakan hasil kesepakatan sebelumnya. Mereka harus mengundang seluruh tokoh setempat dan hadirkan pimpinan Muhamadiyah. Minimal ada berita acaranya yang diberikan ke pimpinan Muhammadiyah jika mau ada pembongkaran papan nama," tegasnya.
Baca Juga:Viral Pencopotan Papan Nama Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah Banyuwangi Tuai Polemik
Pihaknya pun mengecam aksi tersebut dan ia meminta agar polisi segera mengusut tuntas kasus itu.
"Kami mengecam keras tindakan arogan anak buah Bupati, anak buah Kapolres, dan anak buah Dandim yang ada di lokasi kejadian. Dan mohon insiden ini menjadi atensi pihak terkait untuk merajut ulang agar harmoni di Banyuwangi betul-betul terjaga," tandasnya.
Dalam video itu Kepala Desa Tampo, Hasim Ashari mengatakan perobohan papan nama telah menjadi kesepakatan bersama dalam sebuah mediasi yang digelar satu hari sebelum perobohan di Kantor Kecamatan Cluring. Entah mediasi apa yang dimaksud, Hasim tidak menjelaskan.
Selaku pemangku kebijakan ia pun berada di tengah. Ia hanya menjalankan apa yang menjadi keputusan dalam mediasi.
Pihaknya selaku kepala desa tampo dan pimpinan Kecamatan Cluring, tidak ada niatan apapun, apalagi sampai bertindak jelek kepada warganya sendiri.
"Jadi kami duduk ditengah, tidak ada yang condong sana, condong sini. Dalam mediasi ada kesepakatan bersama untuk kemaslahatan bersama," kata dia, seperti dikutip dari Channel YouTube, Discovery Banyuwangi.
Pihaknya hanya berupaya menjaga kondusifitas dan ketentraman antar warga di wilayah setempat.
Kades mengaku tidak ada niatan mengistimewakan apapun dan siapapun dalam keputusan tersebut. Hasim mempersilahkan warga yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum.
"Apabila dikemudian hari ada yang merasa dirugikan, kita ini negara hukum. Bisa ditempuh secara hukum," kata Hasim.
Sementara itu Camat Cluring Henri sebelum dibuatnya kesepakatan itu, pihaknya telah meminta penjelasan fatwa dari ketua MUI, pertimbangan dari Dewan Masjid Indonesia.
"Kemarin lengkap sehingga keputusan dalam mediasi untuk kebersamaan, untuk menjaga kondusifitas," ujarnya.