SuaraJatim.id - Ibadah puasa merupakan salah satu rukun Islam. Puasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi yang telah baligh, berakal, dalam keadaan sehat dan dalam keadaan mukim (tidak melakukan safar/perjalanan jauh).
Kaum muslimin juga telah sepakat tentang wajibnya puasa ini dan sudah "ma’lum minnad dini bidhoruroh" yaitu seseorang akan kafir jika mengingkari wajibnya puasa Ramadhan.
"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."
Nah dalam beribadah puasa ini, ummat Islam dikenalkan dengan bacaan niat. Niat ini menjadi salah satu yang membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya. Oleh sebab itu membaca niat dianggap menjadi sesuatu yang penting karena termasuk dalam rukun setiap ibadah.
Baca Juga:Minuman Segar Khas Bali yang Cocok Untuk Takjil Buka Puasa Ramadhan
Dalam menjalankan Puasa Ramadhan, umat Islam dimulai dengan membaca niat pada malam hari, sejak terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar.
Adapun lafal niat puasa Ramadhan ada beberapa versi yang bisa dipilih. Ada enam lafal niat yang bisa dibaca, seperti dikutip dari NU Online:
1. "Nawaitu shauma ghadin ‘an ad’i fardhi syahri Ramadhna hdzihis sanati lillhi ta‘l"
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”
Lafal niat di atas dikutip dari Kitab Minhajut Thalibin dan Perukunan Melayu. Kata “Ramadhana” merupakan mudhaf ilaihi sehingga dibaca khafadh dengan tanda baca akhirnya berupa fathah, sedangkan kata “sanati” diakhiri dengan tanda baca kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr dengan alasan lil mujawarah.
Baca Juga:Ingat-ingat Lagi, 10 Hal yang Membatalkan Puasa Ramadhan
2. "Nawaitu shauma ghadin ‘an ad’i fardhi syahri Ramadhna hdzihis sanata lillhi ta‘l"
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.” Lafal niat di atas termaktub dalam Kitab Asnal Mathalib.
Kata “Ramadhana” pada niat di atas menjadi mudhaf ilaihi sehingga dibaca khafadh dengan tanda fathah, sedangkan kata “sanata” diakhiri dengan fathah sebagai tanda nashab atas kezharafannya. Baca Juga: Asal-usul Susunan Lafal Niat Puasa Ramadhan
3. "Nawaitu shauma ghadin ‘an ad’i fardhi syahri Ramadhni hdzihis sanati lillhi ta‘l"
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala.”
Lafal niat di atas dikutip dari Kitab Hasyiyatul Jamal dan Kitab Irsyadul Anam. Kata “Ramadhani” dianggap sebagai mudhaf ilaihi yang juga menjadi mudhaf sehingga diakhiri dengan kasrah yang menjadi tanda khafadh atau tanda jarr-nya. Sementara kata “sanati” diakhiri dengan kasrah sebagai tanda khafadh atau tanda jarr atas musyar ilaih kata "hdzihi" yang menjadi mudhaf ilaihi dari "Ramadhani".
4. "Nawaitu shauma Ramadhna"
Artinya, “Aku berniat puasa bulan Ramadhan.”
5. "Nawaitu shauma ghadin min/'an Ramadhna"
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada bulan Ramadhan.” Lafal niat 4 dan 5 diambil dari dari Kitab I’anatut Thalibin."
6. "Nawaitu shaumal ghadi min hdzihis sanati ‘an fardhi Ramadhna"
Artinya, “Aku berniat puasa esok hari pada tahun ini perihal kewajiban Ramadhan.” Redaksi niat nomor 6 ini dikutip dari Kitab Asnal Mathalib."