SuaraJatim.id - Gagasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Janda di Banyuwangi menjadi polemik akhir-akhir ini. Ide ini dicetuskan oleh anggota DPRD setempat.
Adalah Basir Qodim, anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dasar argumentasinya adalah tingginya kasus perceraian di Banyuwangi sehingga menimbulkan polemik baru meningkatnya jumlah janda.
Menurutnya janda perlu mendapat perhatian, karena rentan dengan risiko ketidaksejahteraan dalam kehidupannya.
Basir mengatakan wilayah Banyuwangi dalam satu bulan rata-rata ada sekitar 500 sampai dengan 600 kasus perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi.
Baca Juga:Viral Video Kakek Waras Sebatang Kara di Banyuwangi Hidup Terlantar, Bupati Banyuwangi Kesal
"Bisa dibayangkan kalau dalam sebulan rata-rata tercatat angka tersebut dalam satu tahun bisa mencapai lebih dari tujuh ribu. Itu perlu perhatian khusus dari Pemkab Banyuwangi untuk memberdayakan para janda tersebut," kata dia seperti dikutip dari suarajatimpost.com jejaring media suara.com, Sabtu (04/06/2022).
Guna menangani permasalahan tersebut dinilai perlu sebuah peraturan daerah (Perda) yang mengatur permasalahan perlindungan dan pemberdayaan janda tersebut.
Dia menuturkan walaupun pernah mengusulkan Perda Perlindungan Dan Pemberdayaan Janda dan ditolak, pihaknya tetap berusaha mengusulkan lagi karena hal tersebut sebagai perjuangan.
"Janda itu harus dilindungi, melindunginya seperti apa dan pemberdayaanya bagaimana nanti akan dibahas ditingkat panitia khusus (Pansus) DPRD apabila usulan kami diterima oleh semua anggota DPRD Banyuwangi," ujar Basir.
Pada saat pengajuan usulan Perda Perlindungan Dan Pemberdayaan Janda, pihaknya dianggap bercanda. Bahkan waktu konsultasi ke pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi (Pemprov) mereka tidak memberikan respon. Padahal hal tersebut perlu perhatian.
Baca Juga:Ada Puluhan Ternak Warga Banyuwangi di 9 Kecamatan Terjangkit PMK, Kandangnya Sampai Diisolasi
"Mungkin perlu nanti bukan hanya Perda tetapi butuh Undang-undang (UU) tentang janda bagaimana pemerintah pusat memberikan perhatian terhadap para janda yang diimplementasikan di tiap-tiap daerah," ujar Basir.
Dengan adanya dasar hukum tersebut lanjut dinilai bisa mengurangi potensi terjadinya tindak pelanggaran bahkan apabila perlu dibuka UU tentang poligami bagi ASN yang mampu.
Selain program poligami, pemberdayaan terhadap janda bisa dilakukan pendidikan dan pelatihan (Diklat) berbagai macam ketrampilan menjahit, merias dan pembuatan kue termasuk permodalan dan pemasaran produknya yang dikhususkan bagi para janda.
"Karena tidak sedikit dengan menyandang status janda mereka juga berperan sebagai kepala keluarga sekaligus tulang punggung keluarga," ujarnya.
Ia melanjutkan, hal tersebut harus menjadi perhatian khusus oleh pemerintah daerah setempat.
"Yang memang seakan-akan guyon, kalau di Banyuwangi kasus perceraian sekitar 7 ribu pertahun di kabupaten /kota di Indonesia jumlah bisa mencapai ratusan ribu sehingga membutuhkan perhatian," ujarnya memungkasi.