Akar Masalah Konflik Sosial Warga di Mulyorejo Jember Dipicu Pemalakan Petani Kopi

Dalam beberapa hari terakhir konflik sosial warga di dua wilayah, Mulyorejo Jember dan Banyuwanyar Banyuwangi membetot publik di Jawa Timur.

Muhammad Taufiq
Selasa, 09 Agustus 2022 | 09:03 WIB
Akar Masalah Konflik Sosial Warga di Mulyorejo Jember Dipicu Pemalakan Petani Kopi
Kondisi warga Mulyorejo Jember [Foto: ANTARA]

SuaraJatim.id - Dalam beberapa hari terakhir konflik sosial warga di dua wilayah, Mulyorejo Jember dan Banyuwanyar Banyuwangi membetot publik di Jawa Timur.

Penyerangan berujung perusakan: pembakaran rumah, mobil dan puluhan sepeda motor mengejutkan masyarakat. Kondisi ini mengusik ketentraman warga di dua desa bertetangga penghasil salah satu kopi terbaik di provinsi ini.

Polisi segera turun tangan memburu para pelaku. Sebanyak 15 orang diamankan dan 9 diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perusakan.

Belakangan terungkap, konflik sosial ini berakar dari persoalan premanisme. Hal ini diungkapkan Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Hery Purnomo dalam rapat koordinasi dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Pendapa Wahyawibawagraha Kabupaten Jember, Senin (8/8/2022).

Baca Juga:Polres Jember Terus Buru Pelaku Pembakaran Rumah Warga Mulyorejo Jember

Dalam rapat koordinasi itu terungkap kalau pembakaran terjadi pada 3 Juli, 30 Juli, 4 Agustus, dan 5 Agustus dini hari. Sebagian besar tersangka dalam kasus itu warga Desa Banyuanyar Kecamatan Kalibaru.

"Warga Kalibaru maupun Mulyorejo selama ini memanfaatkan lahan milik Perhutani, tidak jelas terkait hak garapnya," kata Hery, dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com.

Lahan tersebut digunakan untuk budidaya kopi. Ketidakjelasan status hak garap ini, menurut Hery, memunculkan persoalan. Misalnya saat ada warga melaporkan kehilangan biji kopi yang sudah dipanen. Belum lagi masalah lain berkaitan dengan persoalan lahan sendiri.

"Yang kami dapatkan berdasarkan keterangan (para tersangka) kemarin, selain masalah (biji) kopi (hilang), mereka mengatakan, lahan mereka seringkali direbut oleh preman atau kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan kondisi di sana," kata Hery.

Kondisi ini, menurut keterangan para tersangka sudah lama terjadi. Namun polisi kesulitan mencari alat bukti karena hak penggunaan lahan tersebut taidak jelas.

"Penyidik tidak bisa melakukan proses lanjut terhadap masalah yang dilaporkan warga. Contoh: ada pencurian kopi. Pada saat dimintai bukti, petani tak bisa memberikan bukti apapun bahwa kopi itu berasal dari lahan yang bersangkutan," katanya.

Baca Juga:5 Fakta Penyerangan Warga Mulyorejo Jember oleh Warga Kalibaru Banyuwangi

"Saat ada perampasan lahan, mereka juga tidak bisa menyampaikan hak kepemilikan atas lahan tersebut. Hak garap juga tidak ada. Kondisi ini kemudian mengakibatkan warga merasa percuma, jika lapor polisi tidak bisa ditindaklanjuti," kata Hery.

Rasa takut juga membuat tak satu pun warga yang bersedia menjadi saksi. Mereka takut dengan kekuatan kelompok tokoh di Mulyorejo berinisial Sal.

"Puncaknya pada 3 Juli kemarin. Ada salah satu warga Kalibaru mengalami penganiayaan oleh Ali Usman. Polsek Sempolan menangkap dan memproses Ali Usman secara hukum," kata Hery.

Setelah Ali Usman ditangkap, terjadi pembakaran rumah warga Mulyorejo yang diidentifikasi sebagai bagian dari kelompok preman yang melakukan aksi palak dan pencurian. Keberanian warga Kalibaru melakukan pembakaran muncul setelah Ali Usman ditangkap.

"Yang dibakar adalah rumah kelompok Sal. Ada rumah Sal, Ali Usman, Yon, dan beberapa yang lain yang selama ini meresahkan warga dengan menarik pungutan segala macam," kata Hery.

Hery memaparkan modus Sal dan kawan-kawan dalam memeras warga Kalibaru yang menjadi petani kopi di Mulyorejo. Mereka mendatangi warga menawarkan jasa keamanan. Saat warga menolak, kopinya akan diambil, dicuri kopinya.

Pencurian ini sangat memungkinkan karena kondisi geografis Mulyorejo yang susah dicapai dengan kendaraan bermotor. Usai panen, biasanya warga tidak serta merta membawa semua hasil panennya. Para petani Kalibaru biasanya akan membawa sebagian dan sebagian sisanya ditinggalkan di kebun.

Karung-karung berisi kopi yang ditinggalkan di kebun inilah yang kemudian dicuri oleh Sal dan kawan-kawan. Setelah diambil, nanti ditawarkan lagi.

"Akhirnya mau tidak mau, warga di Kalibaru yang punya lahan di Mulyorejo memberikan biaya keamanan kepada kelompok Sal. Per minggu besaran biaya pengamanan ini bisa mencapai Rp 2-7 juta, tergantung luas lahan yang bersangkutan," kata Hery.

Ternyata bukan hanya warga Kalibaru yang menjadi korban Sal dan kawan-kawan. Kondisi serupa juga menimpa warga Mulyorejo yang punya lahan di sana. Jadi sebenarnya pembakaran-pembakaran yang terjadi tersebut juga sudah atas restu warga Mulyorejo yang selama ini terancam dengan keberadaan kelompok Sal.

"Jadi keberadaan kelompok Sal di Mulyorejo ini sudah lama sekali dan mengakar kuat di masyarakat. Karena sulitnya akses jalan dan masalah kepemilikan lahan yang tidak ditindaklanjuti cepat. Masyarakat enggan memberikan informasi (kepada polisi), karena takut," kata Hery.

Dengan kondisi ini, Hery menegaskan polisi tak akan tebang pilih. Saat ini polisi telah melakukan pengejaran terhadap pelaku pembakaran dan pelaku premanisme di Mulyorejo.

"Karena (pemalakan) inilah yang jadi akar masalah, maka kami harus menuntaskan secara keseluruhan," katanya menegaskan mengatakan kalau Hery sudah beraudiensi dengan 27 orang warga Kalibaru di Markas Polres Jember.

"Kami sudah sampaikan untuk meredam semua masalah yang ada. Kami sudah tampung semua aspirasi. Saya minta tidak ada tindakan lanjutan. Serahkan semua pada proses hukum yang berjalan," katanya.

Polisi ke depan akan memfasilitasi penyelesaian semua isu yang berkembang di sana. Polisi juga akan mempertemukan masyarakat Mulyorejo dengan Kalibaru di Cafe Gumitir.

Pasukan pengamanan dari kepolisian akan ditarik dari Mulyorejo paling lambat pada Selasa (9/8/2022). "Mungkin nanti akan kami monitor melalui polsek dan koramil setempat agar tetap memberikan rasa aman kepadsa warga," kata Hery.

"Kami bersama Pak Dandim juga sudah melakukan trauma healing di Mulyorejo, Sabtu kemarin, terutama kepada warga yang menjadi korban pembakaran dan warga yang tinggal di sebelah tempat pembakaran. Situasi saat ini normal dan masyarakat kembali beraktivitas, tidak ada kekhawatiran pada penduduk Mulyorejo dan Kalibaru," kata Hery.

Hery berpesan kepada warga Mulyorejo dan Kalibaru. "Jangan berikan ruang gerak kepada siapapun yang ingin mengambil keuntungan dari masalah ini," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini