SuaraJatim.id - Dalam beberapa hari terakhir konflik sosial warga di dua wilayah, Mulyorejo Jember dan Banyuwanyar Banyuwangi membetot publik di Jawa Timur.
Penyerangan berujung perusakan: pembakaran rumah, mobil dan puluhan sepeda motor mengejutkan masyarakat. Kondisi ini mengusik ketentraman warga di dua desa bertetangga penghasil salah satu kopi terbaik di provinsi ini.
Polisi segera turun tangan memburu para pelaku. Sebanyak 15 orang diamankan dan 9 diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus perusakan.
Belakangan terungkap, konflik sosial ini berakar dari persoalan premanisme. Hal ini diungkapkan Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Hery Purnomo dalam rapat koordinasi dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa di Pendapa Wahyawibawagraha Kabupaten Jember, Senin (8/8/2022).
Baca Juga:Polres Jember Terus Buru Pelaku Pembakaran Rumah Warga Mulyorejo Jember
Dalam rapat koordinasi itu terungkap kalau pembakaran terjadi pada 3 Juli, 30 Juli, 4 Agustus, dan 5 Agustus dini hari. Sebagian besar tersangka dalam kasus itu warga Desa Banyuanyar Kecamatan Kalibaru.
"Warga Kalibaru maupun Mulyorejo selama ini memanfaatkan lahan milik Perhutani, tidak jelas terkait hak garapnya," kata Hery, dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com.
Lahan tersebut digunakan untuk budidaya kopi. Ketidakjelasan status hak garap ini, menurut Hery, memunculkan persoalan. Misalnya saat ada warga melaporkan kehilangan biji kopi yang sudah dipanen. Belum lagi masalah lain berkaitan dengan persoalan lahan sendiri.
"Yang kami dapatkan berdasarkan keterangan (para tersangka) kemarin, selain masalah (biji) kopi (hilang), mereka mengatakan, lahan mereka seringkali direbut oleh preman atau kelompok-kelompok tertentu yang memanfaatkan kondisi di sana," kata Hery.
Kondisi ini, menurut keterangan para tersangka sudah lama terjadi. Namun polisi kesulitan mencari alat bukti karena hak penggunaan lahan tersebut taidak jelas.
"Penyidik tidak bisa melakukan proses lanjut terhadap masalah yang dilaporkan warga. Contoh: ada pencurian kopi. Pada saat dimintai bukti, petani tak bisa memberikan bukti apapun bahwa kopi itu berasal dari lahan yang bersangkutan," katanya.
Baca Juga:5 Fakta Penyerangan Warga Mulyorejo Jember oleh Warga Kalibaru Banyuwangi
"Saat ada perampasan lahan, mereka juga tidak bisa menyampaikan hak kepemilikan atas lahan tersebut. Hak garap juga tidak ada. Kondisi ini kemudian mengakibatkan warga merasa percuma, jika lapor polisi tidak bisa ditindaklanjuti," kata Hery.