Partai Kabah Terbelah-belah, Ini Deretan Konflik Elite PPP Sejak Eranya Suryadharma Ali

Dalam sepuluh tahun terakhi Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) bisa dibilang sebagai partai yang paling sering didera konflik antar elitenya.

Muhammad Taufiq
Sabtu, 10 September 2022 | 14:05 WIB
Partai Kabah Terbelah-belah, Ini Deretan Konflik Elite PPP Sejak Eranya Suryadharma Ali
Ilustrasi PPP. [Jatimnet.com]

SuaraJatim.id - Kurang lebih dalam sepuluh tahun terakhir Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) bisa dibilang sebagai partai yang paling sering didera konflik antar elitenya. Dan gonjang-ganjing internal partai kabah ini kembali terjadi saat ini.

Ketum DPP PPP Suharso Monoarfa dilengserkan dari posisinya sebagai ketua umum. Pemicunya disebut-sebut terkait persoalan "keseleo lidah". Dia berucap tentang "amplop kiai" yang dinilai tidak pantas keluar dari seorang pemimpin partai Islam.

Pidato Suharso itu membuat gaduh publik, terutama kalangan pesantren yang merupakan salah satu basis massa atau pemilih partai tersebut. 'Amplop Kiai' ini disinggung Suharso dalam acara "Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas" yang diselenggarakan KPK, 15 Agustus 2022.

Demonstrasi dilakukan sejumlah kalangan, terutama dari simpul-simpul organisasi dan paguyuban masyarakat kalangan santri. Alumni pesantren di Kediri beberapa waktu lalu mendesak Suharso meminta maaf dan mundur. Kemudian aksi serupa digelar di Surabaya.

Baca Juga:DPC PPP Mojokerto Digugat Kadernya di DPRD Senilai Rp 10 Miliar Kasus Penipuan

Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Eskalasi kegaduhan terus melebar. Isunya semakin meruncing dan semakin gaduh di berbagai tempat. Akhirnya, gara-gara Suharso partai bisa rugi, terutama menjelang Pemilu 2024 nanti.

Konflik di internal PPP sebenarnya bukan kali ini saja terjadi. Di era kepemimpinan Suryadharma Ali (SDA) dulu konflik terjadi tak kalah hebatnya. Sejak saat itu, elite PPP terus terbelah-belah dan bisa dibilang baru mereda hingga bertahun-tahun kemudian.

1. Konflik Suryadharma Ali vs Bachtiar Chamsyah pada 2009

Masih ingat dengan konflik PPP pada 2009 silam antara Ketum PPP Suryadharma Ali vs Ketua Pertimbangan Partai Bachtiar Chamsyah? Saat itu Bachtiar Chamsyah, mantan Mensos RI itu dituding mengerahkan massa untuk mendemo Suryadharma Ali.

Saat itu memang ada sekelompok orang yang mencoba berdialektika mempertanyakan kepengurusan Suryadharma Ali sebagai akibat dari perolehan suara partai Jeblok di Pemilu 2009. Kecamam Suryadharma Ali ini membuat panas PPP sampai hubungan kedua tokoh kian memanas.

Baca Juga:Tak Ingin Perpecahan 2019 Terulang, DPW PPP DIY Pilih Fokus Pemilu 2024

Namun kasus pelan-pelan mereda dan kedua tokoh telah bertemu. Sampai akhirnya Bachtiar Chamsyah ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setahun kemduian, 2010 silam dalam kasus korupsi pengadaan sapi impor dan mesin jahit di Departemen Sosial.

Diduga kasus sapi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 3,6 miliar. Sedangkan kasus mesin jahit diduga merugikan negara Rp 24 miliar.

2. Suryadharma Ali vs Emron Pankapi dan Romahurmuzy Jelang Pilpres 2014

Konflik ini bermula saat Suryadharma Ali (SDA) dan Djan Faridz menghadiri kampanye Partai Gerindra pada 23 Maret 2014. Kehadiran SDA yang mendadak memberikan dukungan kepada Prabowo ini menyinggung sejumlah elite partai.

Sebab saat itu PPP belum memutuskan kemana arah dukungannya dalam Musyawarah Kerja Nasional di Lirboyo Jawa Timur. Sikap SDA itu kemudian menuai protes dari 27 perwakilan dewan pimpinan wilayah (DPW) PPP.

PPP akhirnya terbelah menjadi 2 kubu, yakni SDA yang disokong Djan Faridz, dan Sekjen PPP M. Romahurmuziy serta Wakil Ketua PPP Emron Pangkapi. Sampai akhirnya Pada 23 Mei 2014, KPK menetapkan SDA sebagai tersangka kasus korupsi dana haji.

SDA yang saat itu menjabat sebagai Menteri Agama (Menag) menyampaikan surat pengunduran diri kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 28 Mei 2014.

3. Emron Pangkapi, Romahurmuziy vs Djan Faridz

Penetapan tersangka SDA oleh KPK kian membuat resah internal PPP. Apalagi setelah Ia ditahan dan divonis bersalah oleh KPK. Emron Pangkapi dan Djan Faridz kemudian sama-sama menggelar Muktamar.

Djan Faridz CS--pendukung SDA ini kemudian menggelar Muktamar di Jakarta. Sementara Emron Pangkapi menggelar Muktamar lain di Surabaya dengan calon ketua umumnya Romahurmuziy. Hasilnya, Djan Faridz menjadi Ketum PPP versi Muktamar Jakarta dan Romahurmuziy jadi Ketum PPP versi kubu Emron Pangkapi.

Kedua kubu ini kemudian saling pecat kepengurusan sampai akhirnya Mahkamah Partai turun tangan dan menyatakan kedua Muktamar tidak sah, Mahkamah Partai meminta Muktamar diulang di Surabaya beberapa bulan berikutnya. Hasilnya, Muktamar Surabaya memenangkan Romahurmuziy sebagai Ketum PPP 2014-2019.

Namun pada 2019, Romahurmuziy dijerat kasus suap di Kementerian Agama. Selain Romahurmuziy, KPK mengamankan HRS kepala kantor wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur; MFQ kepala kantor Kemenag Kabupaten Gresik; ANY asisten dari RMY; AHB calon anggota DPRD Kabupaten Gresik dari PPP; dan S supir dari MFQ dan AHB.

Dalam operasi tersebut, tim KPK menyita uang sebesar Rp 156.758.000. Uang tersebut, menurut Laode, hanya sebagian kecil dari pemberian-pemberian yang sebelumnya. Romahurmuziy lantas digantikan Plt Suharso Monoarfa.

4. Periode Suharso Monoarfa

Setelah Romahumuziy ditahan oleh KPK, Suharso Monoarfa kemudian ditunjuk menjadi Plt Ketum PPP. Suharso ini dulunya merupakan pendukungnya SDA yang memutuskan pindah mendukung Romahurmuziy. Suharso menahkodai PPP sebagai Plt hingga 2019.

Pada 2020 Muktamar PPP digelar dan hasilnya aklamasi menetapkan Suharso sebagai Ketum PPP. Sejenak perseteruan di Internal PPP berakhir, terutama setelah nama-mana orang dari kubu Dzan Faridz masuk ke dalam kepengurusan PPP di bawah kepemimpinan Suharso. 

Sampai akhirnya partai Kabah itu kembali digoncang persoalan baru. Majelis Pertimbangan memutuskan memberhentikan Suharso dari jabatan ketua umum partai. Majelis telah melayangkan surat pemberhentian ketiga untuk Suharso pada 30 Agustus 2022.

Dalam penjelasannya, para pimpinan majelis berkesimpulan telah terjadi sorotan dan kegaduhan PPP secara meluas yang tertuju kepada Suharso Monoarfa secara pribadi. Sorotan publik itu dianggap akan merugikan partai.

Di sisi lain, publik yang merasa tersinggung dengan pernyataan Suharso itu merupakan pemilih dan simpatisan PPP, atau boleh dikatakan umat yang sayang dan peduli kepada eksistensi dan marwah PPP sebagai wadah perjuangan politik umat Islam Indonesia.

Pada Jumat (2/9/2022) dan Sabtu (3/9/2022) di Bogor, mahkamah partai sepakat dengan usulan pimpinan tiga majelis PPP untuk memberhentikan Suharso sebagai Ketua Umum PPP masa jabatan 2020-2025. Proses tersebut berlanjut dengan diadakannya Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Banten.

Selain memberhentikan Suharso, Musyawarah juga mengukuhkan H. Muhammad Mardiono sebagai PLT (pelaksana tugas) Ketua Umum DPP PPP sisa masa bakti 2020-2025.

Pemberhentian Suharso Monoarfa ini terjadi setelah sejumlah peristiwa hukum dan politik belakangan ini. Pertama setelah Suharso membawa PPP masuk dalam koalisi Indonesia bersatu bersama Golkar dan PAN. Tak lama setelah itu muncul kegaduhan soal 'Amplop Kiai'.

Di sela kegaduhan soal amplop kiai, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) memberi kebebasan bersyarat Suryadhama Ali dari hukuman.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini