SuaraJatim.id - Sudah 13 tahun Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur berpulang. Namun segala peninggalannya selalu dikenang oleh para pengagumnya. Saban akhir tahun, meninggalnya Gus Dur selalu diperingati dalam bentuk haul atau lainnya.
Bukan cuma Nahdliyin--sebutan bagi warga Nahdlatul Ulama. Namun juga masyarakat lintas agama dan komunitas. Misalnya bagi masyarakat Tionghoa Indonesia. Gus Dur ibarat dewa bagi mereka karena semasa menjadi presiden mereka diberi kebebasan menjalankan ibadahnya.
Gara-gara Gus Dur, umat Tionghoa bisa memperingati Hari Raya Imlek secara terbuka. Nah, untuk menghormati jasa Gus Dur ini, umat Tinghoa di Indonesia kerap memperingati meningalnya ulama asal Jombang Jawa Timur ( Jatim ) itu.
Terbaru, sebuah klenteng di Semarang mengganti sajian daging babi dengan kambing saat perayaan Imlek. Di Klenteng tersebut juga terdapat altar Gus Dur, selain altar tokoh-tokoh Tionghoa lainnya.
Baca Juga:Soal Foto Bareng Lukisan Gus Dur Bertelanjang Dada, Mahfud MD: Justru Menghormati Jati Diri..
Pernyataan itu diungkapkan oleh pegiat wayang Potehi dari Klenteng Gudo Jombang, Toni Harsono. Ia memuji setinggi langit sosok Gus Dur. Berkat jasa-jasanya kini masyarakat Tionghoa memiliki kebebasan menjalankan tradisinya.
"Sosok Gus Dur sangat berjasa bagi kami. Beliau yang membuka kran kebebasan bagi warga Tionghoa di Indonesia. Sehingga kami bisa merayakan Imlek secara terbuka," katanya dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com.
"Bahkan di Semarang ada Klenteng yang mengganti sajian daging babi menggunakan kambing saat Imlek. Itu untuk menghormati Gus Dur," katanya menambahkan dalam Haul ke-13 Gus Dur di Jombang, Minggu (18/12/2022).
Toni alias Tok Hok Lay merupakan pegiat watang Potehi yang berpusat di Klenteng Hong San Kiong Gudo. Dia mencintai kesenian asli Tionghoa itu sejak kecil.
Kakeknya Tok Su Kwie dan ayahnya Hok Hong Kie merupakan dalang wayang potehi, darah seni yang diwarisinya pun membuat dia getol melestarikan wayang potehi.
Baca Juga:Ibu Erina Tak Kunjung Lepas Salaman Istri Gus Dur Saat Bertemu di Pelaminan, Publik Terenyuh
Terbaru, Toni tampil dalam Tong Tong Fair di Belanda, pada 1-11 September 2022. Tong Tong Fair (TTF), adalah festival budaya Asia dan Indonesia terbesar di Belanda.
Pagelaran itu merupakan ajang pagelaran seni dan budaya Asia-Pasifik yang tertua di Belanda. Padahal sebelumnya, kesenian tersebut sempat mati suri selama kurang lebih 30 tahun.
Selama orde baru, warga Tiong Hoa dibatasi dalam bereskpresi. Perayaan Imlek dilarang. Seni budaya dari Tionghoa tak boleh ditampilkan di muka umum. Baru pada pada masa pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, kesenian itu hidup kembali.
Karena Gus Dur mencabut Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang larangan perayaan Tahun Baru Imlek di tempat-tempat umum di Indonesia.
Pada tahun 2000, Gus Dur mencabut Inpres tersebut dengan mengeluarkan Keppres nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan Inpres Nomor 14 tahun 1967.
Keppres tersebut menjadi awal bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia mendapatkan kebebasan untuk menganut agama, kepercayaan, serta adat istiadat mereka, termasuk upacara keagamaan seperti Imlek secara terbuka.
Itulah angin segar bagi kaum Tionghoa. Tono Harsono sendiri akhirnya bisa mengembangkan wayang Potehi. Bahkan saat ini budaya tersebut sudah berkibar di tingkat internasional. Toni pentas di berbagai tempat.
"Kalau tidak ada Gus Dur, orang tidak akan mengenal wayang potehi. Jasa beliau sangat besar terhadap warga Tionghoa," ujar Tok Hok Lay yang disambut tepuk tangan hadirin.
Toni kembali menceritakan warga Pecinan di Semarang terhadap Gus Dur. Ia mengatakan, belum lama ini Ia mengirimkan menu kesukaan Gus Dur, kikil abang Mojosongo Jombang ke warga Tionghoa di Semarang.
"Itu bentuk kecintaan mereka terhadap Gus Dur," ujar Tok Hok Lay mengakhiri testimoninya.