SuaraJatim.id - Ramainya warga net perihal Emha Ainun Nadjib menyebut Presiden Joko Widodo sebagai Firaun dan Menteri Luhut Panjaitan sebagai Haman membuat PWNU Jawa Timur buka suara.
Melalui Wakil Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim, KH Abdussalam Shohib, bahwa dirinya belum tau soal adanya video yang viral dimana Cak Nun menyebut Presiden Jokowi sebagai Firaun dan Luhut sebagai Haman.
"Sebenarnya saya belum tau videonya. Kita sebagai warga negara Indonesia dibebaskan untuk mengutarakan pikiran kita, tapi semuanya tetap ada aturan dan etikanya," jelas Abdulssalam pada SuaraJatim.id, Rabu (18/1/2023).
Namun dalam hal ini, salah satu Kyai PWNU ini tak menyalahkan sepenuhnya apa yang dilakukan oleh Cak Nun tersebut. "Namun dalam hal ini punya keinginan mengkritik pemerintah, kan memang kritis itu harus tetap dijaga," ujarnya.
Baca Juga:Standar Ganda! Guntur Romli Serang Ceramah Cak Nun, Padahal Sering Ngatain Anies Firaun Juga
Meski tak tau secara pasti, dari apa yang dimaksud oleh suami dari penyanyi Novia Kolopaking ini, namun dalam kedudukan, dua personal itu hampir sama, yakni seorang pemimpin dan seorang menteri.
"Saya enggak tau maksud dari Cak Nun mengilustrasikan Pak Jokowi menjadi Firaun dan Pak Luhut sebagai Haman itu maksud dan tujuannya apa, kemudian kalau istilah menyamakan, tentu masih sangat bias," ujarnya.
"Kalau persamaannya hanya Firaun seorang raja, dan Haman itu adalah perdana menterinya, ya mungkin ada benarnya yang bermakna hanya Jokowi adalah pemimpin tertinggi, dan Luhut adalah salah satu dari menterinya," katanya.
Namun dalam hal ini, Abdussalam mengingatkan, jika dua sosok Firaun dan Haman adalah sosok antagonis dalam Alquran.
"Yang perlu dicermati kan Firaun dan Haman tokoh antagonis di dalam Alquran, jadi kurang patut kemudian memberikan ilustrasi seperti itu," ujarnya.
Baca Juga:Cak Nun Sebut Jokowi Seperti Firaun Bikin Publik Pecah Suara, Ada Enggak Sih Firaun yang Baik?
Jikalau memang pada waktu itu Emha Ainun Nadjib keceplosan, Abdussalam mengatakan hal itu sebagai hal yang wajar. "Kalau keceplosan dan sudah meminta maaf kan ya artinya bisa dimaklumi, walaupun kalau ada yang kontroversial ya wajar," ungkapnya.
Meski begitu, lanjut KH Abdussalam, warga juga tetap harus menghormati pemimpinnya. Walaupun pada waktu itu warga ingin memberikan kritikan pada pemimpinnya.
"Bahwa, pemerintah yang sah itu harus dihormati, tentu harus ditaati, kita sebagai rakyat juga punya hak untuk melontarkan kritik," katanya.
"Akan tetapi bagaimana solusi dan kritik itu bisa dilakukan dengan beretika, kita punya hak melakukan kritik, akan tetapi bagaimana solusi dan kritik itu bisa dilakukan dengan etika, apa lagi pada seorang pemimpin pemerintahan," ucapnya.
Dalam hal ini, dalam internal Kiai di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, bahwa para Kiai ataupun ulama sudah terbiasa kritis dalam suatu hal yang terjadi di negara.
"Di internal Kiai itu hal itu wajar, tetapi karena dikatakan aliran darah, internal para Kiai sejak dulu dengan adanya NU itu menunjukan kritisnya nalar para ulama," katanya.
"Dan sudah terbiasa mengkoreksi antara pernyataan satu dengan yang lain, tapi tentu sangat proposional dalam bersolusi dan beretika," ujarnya.
Kontributor : Dimas Angga Perkasa