Cerita di Balik Nama Flyover Mayangkara Surabaya, Dulu yang Ingin Lewat Dikenakan Tarif

Warga Surabaya tak asing lagi dengan flyover atau jembatan layang Mayangkara yang menghubungkan Jalan Ahmad Yani dengan Jalan Wonokromo.

Baehaqi Almutoif
Rabu, 07 Agustus 2024 | 10:20 WIB
Cerita di Balik Nama Flyover Mayangkara Surabaya, Dulu yang Ingin Lewat Dikenakan Tarif
Sejumlah kendaraan melintasi Jembatan Layang Mayangkara yang terpasang bendera partai politik di kawasan Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (4/8/2021). ANTARA Jatim/Umarul Faruq/Zk

SuaraJatim.id - Warga Surabaya tak asing lagi dengan flyover atau jembatan layang Mayangkara yang menghubungkan Jalan Ahmad Yani dengan Jalan Wonokromo.

Beberapa waktu lalu jembatan layang Mayangkara ini menjadi perhatian kepolisian karena banyaknya pengendara motor yang kecelakaan. Hingga akhirnya diputuskan pemotor dilarang melintas di flyover tersebut.

Terlepas dari cerita kecelakaan tersebut, flyover Mayangkara ternyata merupakan jembatan layang pertama yang dibangun di Jawa Timur.

Mengutip dari Ayo Bandung, jembatan ini dibangun sekitar tahun 1981 dengan menghabiskan dana Rp2,25 miliar dari APBN.

Baca Juga:Berada di Lereng Gunung, 3 Desa di Mojokerto Ini Krisis Air Bersih

Jembatan dengan panjang 340 meter dan lebar 8,8 meter itu kemudian diberi nama Mayangkara. Ada beberapa versi mengenai asal usul penamaan flyover tersebut.

Pertama, mengaitkannya dengan nama Batalyon 503 Mayangkara. Pasukan Yonif Para Raider ini merupakan bagian dari Brigif Para Raider 18/trisula, Divisi Infanteri 2/Kostrad yang berlokasi di Kecamatan Mojosari, Mojokerto, Kabupaten Mojokerto.

Kemudian, kedua, mempercayai nama Mayangkara diambil dari kuda putih yang ditunggangi Letnan Kolonel R. Djarot Soebijantoro yang merupakan pahlawan nasional.

Raden Djarot dikenal sebagai tokoh Jibakutai (Pasukan Berani Mati Jepang). Dikutip dari Roodebrug Soerabaia, pada awal kemerdekaan dibentuklah pasukan di bawah kepemimpinan Djarot di Surabaya yang isinya merupakan orang-orang Jibakutai.

Pasukan ini kemudian dinamakan barisan penyerbu atau BP, yang terdiri dari Jibakutai, para pelajar, heiho dan pemuda Surabaya. Dalam perkembangannya, pasukan ini menjadi Kompi Barisan Penyerbu TKR Divisi VII yang lalu ditingkatkan menjadi Batalyon III Resimen I Divisi VII TKR atau Batalyon Djarot. Sekarang menjadi Yonif 503/Mayangkara.

Baca Juga:KBS Kehadiran Anak Gajah: Si Mungil Diberi Nama Karakter Petinju Legendaris

Sejarah itu seperti yang paling pas, karena di sebelah jembatan layang Mayangkara terdapat patung Raden Djarot dengan kuda putihnya.

Flyover pada awal berdiri sempat ditarifkan untuk menggantikan dana pembangunan. Setiap kendaraan yang melintas membayar Rp200 untuk mobil dan Rp100 bagi motor.

Baru sekitar tahun 1986 pengenaan tarif tersebut dihapuskan. Sedangkan pengelolaan jembatan diserahkan kepada Pemkot Surabaya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini