Sosok Musyafak Rouf, Resmi Dilantik Ketua DPRD Jatim Periode 2024-2029

Politikus PKB Musyafak Rouf resmi menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim periode 2024-2029.

Baehaqi Almutoif
Selasa, 01 Oktober 2024 | 08:52 WIB
Sosok Musyafak Rouf, Resmi Dilantik Ketua DPRD Jatim Periode 2024-2029
Pelantikan Musyafak Rouf sebagai Ketua DPRD Jatim periode 2024-2029. [Ist]

SuaraJatim.id - Politikus PKB Musyafak Rouf resmi menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim periode 2024-2029.

Pelantikan Musyafak Rouf sebagai Ketua DPRD Jatim itu dilaksanakan saat sidang paripuran pada Senin (30/9/2024). Selain Musyafak, dua wakil juga diangkat, yakni Blegur Prijanggono dari Golkar dan Sri Wahyuni dari Demokrat.

Pimpinan DPRD Jatim menyisakan dua kursi yang masih belum terisi, masing-masing dari PDI Perjuangan dan Gerindra.

Sekretaris DPRD Jawa Timur, M Ali Kuncoro membenarkan PDIP Perjuangan masih belum menyerahkan nama untuk pimpinan. "Yang belum sampai saat ini yaitu PDI Perjuangan dan Gerindra," ujar Ali Kuncoro dikutip.

Baca Juga:Berada di Peringkat Ketiga PON XXI Aceh-Sumut, DPRD Jatim Nilai Perlu ada Sport Center

Kendati demikian, kata dia, sidang paripurna tidak harus menunggu usulan nama pimpinan lengkap. Penting untuk segera ditetapkan agar fungsi DPRD Jatim bisa berjalan.

Sosok Musyafak Rouf

Tidak banyak refrensi mengenai sosok Musyafak Rouf. Namun, diketahui namanya lebih dulu dikenal di Kota Surabaya. Dia merupakan Ketua DPC PKB Kota Surabaya.

Selain itu, Musyafak tercatat sebagai Ketua Yayasan Universitas Islam Sunan Giri Surabaya.

Sosok Musyafak Rouf juga pernah menjadi pimpinan DPRD Kota Surabaya periode 2004-2009, dengan menjabat sebagai ketua. Dia kemudian mengisi posisi wakil ketua pada periode sesusahnya.

Baca Juga:Profil Fauzan Fuadi, Ketua Tim Sukses Luluk-Lukmanul di Pilgub Jatim

Musyafak Rouf pernah tersandung masalah hukum, yakni gratifikasi senilai Rp720 juta. Alasannya, para terdakwa sudah mengembalikan uang tersebu, sehingga tidak terjadi kerugian negara.

Imron menilai pemberian biaya pungutan oleh para terdakwa kepada DPRD Kota Surabaya merupakan hak anggota DPRD Kota Surabaya karena sebagai aparat penunjang dan bukan merupakan pemberian untuk meloloskan agenda-agenda lain seperti Pengesahan APBD Tahun 2008.

Pemberian diperbolehkan selama tidak melebihi 5 persen dari angka realisasi penerimaan pajak, seperti dalam Pasal 3 ayat 1 Perda No 3/2006 entang Biaya Pemungutan Pajak daerah yang selanjutna dalam Pasal 4 ayat 20 Peraturan Walikota Np 44/2007 ditetapkan 40 persen kepada aparat penunjang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini