"Di Indonesia idealnya memang beras, karena beras makanan yang paling banyak dikonsumsi, juga tepung sudah bisa dan banyak fortifikasi," sambung Dr.Ray.
Pangan fortifikasi terjangkau dan wajib makan Isi Piringku
Staf Khusus Badan Gizi Nasional, Prof. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS mengingatkan tantangan dari pangan fortifikasi hingga beras biofortifikasi yaitu harganya cenderung sulit dijangkau masyakarat pra sejahtera karena harganya yang mahal. Hasilnya keluarga miskin dengan anggota keluarga anemia dan stunting sulit membelinya.
"Fortifikasi beras itu bagus, tapi yang saya tanyakan itu, apakah harga bisa masuk (sesuai harga pasaran) atau tidak? Ternyata kalau beras biasa itu Rp 12.000 per kilogram, kalau premium Rp 13.500, kan kalau makan sekali beras 100 gram, kalau dua kali minimal jadi 200 gram karena nasi 100 gram 1.350 kalori, nah itu sudah masuk sesuai kebutuhan harian," papar Prof. Ikeu.
Namun terakhir Dr. Ray mengingatkan, mengonsumsi beras hasil biofortifikasi tidak lantas menghilangkan kewajiban makan bergizi seimbang. Apalagi kata Prof. Sulaeman, tidak ada satu pun jenis makanan yang bisa mencukupi semua kebutuhan tubuh, sehingga setiap orang perlu mengonsumsi makanan selaiknya program Isi Piringku.

Isi Piringku adalah panduan kebutuhan gizi harian seimbang, yang dalam satu kali makan terdiri dari 50 persen piring diisi sayur dan buah. Lalu 50 persen lainnya diisi makanan pokok dan lauk pauk.
"Yang difortifikasi hanya zat tertentu saja, kita kan kebutuhan zat gizi bukan cuma difortifikasi saja. Kalau enggak makan yang lain, terus protein dari mana asam lemak esensial dari mana, jadi tetap walaupun fortifikasi kita tetap perlu pangan yang beragam bergizi seimbang. Ini karena tidak ada satupun bahan pangan yang bisa mencukupi kebutuhan zat gizi kita," jelas Prof. Sulaeman.
Perjalanan Jelajah Gizi 2024 telusuri pangan lokal Banyuwangi
Jelajah Gizi 2024 berlangsung sejak 5 hingga 7 November 2024, menyuguhkan serangkaian perjalanan yang mengeksplorasi keunikan pangan lokal dengan membedah secara ilmiah kandungan nutrisi dari sajian kuliner tradisional dan mengulik cerita nutrisi di balik pangan lokal Banyuwangi seperti Nasi Tempong, Rujak Soto, Pecel Rawon, Ayam Kesrut, Pecel Pitik.

Program ini juga mengajak peserta untuk mengunjungi Pabrik AQUA Banyuwangi, di mana peserta mendapatkan kesempatan untuk melihat langsung bagaimana pabrik beroperasi serta teknologinya memungkinkan pengawasan dan pengendalian proses produksi secara real-time, sehingga meningkatkan efisiensi dan kualitas produk.
Jelajah Gizi 2024 juga mengajak peserta untuk mengunjungi program binaan Danone Indonesia yaitu budidaya padi sehat atau beras biofortifikasi yang dilengkapi dengan vitamin dan mineral termasuk zat besi, dan petaninya juga diberikan pemberdayaan maupun edukasi untuk menerapkan praktik pertanian sawah sehat.
Baca Juga:Cak Imin Sentil Wacana Impor Sapi Prabowo: Jangan Tiba-tiba Bikin Program yang Untungkan Importir
Selanjutnya, peserta juga mengunjungi masyarakat binaan Danone Indonesia di Desa Benelan Kidul yang mengembangkan budidaya sayuran di area perumahan, di mana bahan tersebut diolah bersamaan dengan protein hewani untuk menjadi makanan tambahan melalui komunitas Isi Piringku di Kabupaten Banyuwangi untuk pencegahan stunting. (Reporter Suara.com/Dini Afrianti Efendi)