SuaraJatim.id - Baru-baru publik Surabaya digegerkan dengan pengakuan seorang bocah yang mengalami perundungan hingga ditelanjangi oleh teman-temannya.
Bocah tersebut diketahui berinisial CW (14), seorang siswa SMP Negeri di Surabaya. Kasus tersebut terungkap dari unggahan akun Tiktok @andysugarrr. Dalam unggahannya korban menceritakan kejadian yang tak mengenakkan saat dianiaya oleh enam temannya.
CW mengaku sempat diancam dengan dengan pisau hingga pelecehan seksual. Kasus tersebut sudah dilaporkan ke kepolisian. Upaya damai ditempuh, namun korban menolak.
Saat ini Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pelabuhan Tanjung Perak tengah menangani kasus tersebut.
Baca Juga:Korupsi Dana Parkir PD Pasar Surya, Wali Kota Surabaya: Ada Laporan Keuangan yang Terlihat Aneh
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i angkat bicara mengenai kasus tersebut. Dia menyayangkan kejadian tersebut. Menurutnya, peristiwa tersebut masih mencerminkan kelemahan sistem pengawasan di lingkungan pendidikan.
Imam Syafi'i menegaskan perlunya langkah bijaksana untuk memastikan keadilan bagi korban dan pelaku yang masih anak-anak.
“Peristiwa ini sangat memprihatinkan. Kita tidak bisa menoleransi kekerasan, apalagi di institusi pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak," katanya dilansir dari BeritaJatim--partner Suara.com, Rabu (10/12/2024).
Politikus Partai NasDem itu mengaku sudah meminta laporan dari Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan Surabaya.
Pemkot sudah turun untuk memberikan pendampingan di sekolah maupun di Polresta Tanjung Perak.
Baca Juga:Mobil Patroli Satpol PP Kota Surabaya Jadi Korban Pohon Tumbang
“Mengingat korban dan pelakunya berstatus anak, sebaiknya upaya-upaya yang dilakukan dengan ekstra hati-hati dan cermat. Jangan malah menimbulkan trauma baru bagi mereka," ungkapnya.
Imam meminta agar kasus tersebut diinvestigasi menyeluruh dalam pengungkapannya. Dia sepakat dengan ikhtiar korban menyelesaikan kasus ini secara hukum, namun itu hanya untuk jalan terakhir jika tak bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
“Sebab, yang saya dengar bahwa pihak sekolah sudah memberi sanksi kepada pelaku, dan mereka sudah minta maaf kepada korban,” ungkapnya.
Selain itu, yang tidak kalah penting ialah mencegah kasus serupa terulang lagi. “Tidak cukup hanya menyalahkan pelaku, tetapi kita juga harus memastikan tidak ada lagi anak-anak Surabaya yang menjadi korban kekerasan seperti ini,” katanya.
Imam kemudian menyinggung mengenai kebijakan dan mekanisme pengawasan terhadap para murid. Sekolah harus melakukan evluasi atas kebijakan dan mekanisme yang dijalankan.
“Pihak sekolah harus bertanggung jawab atas lingkungan yang aman. Tidak ada kompromi dalam kasus seperti ini, termasuk jika ditemukan unsur pembiaran oleh pihak sekolah,” tegasnya.
Sedangkan untuk Pemkot, dia meminta agar dimasigkan upaya sistemik, seperti edukasi anti-perundungan yang melibatkan semua pihak, mulai dari siswa, guru, hingga orang tua.
“Pemkot harus segera menggencarkan program anti-perundungan, termasuk sosialisasi tentang konsekuensi hukum bagi pelaku kekerasan. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal membangun kesadaran kolektif untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi anak-anak kita,” kata Imam.
Pihaknya berharap momentum ini sebagai langkah awal untuk memperbaiki sistem pendidikan di Surabaya.