Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Selasa, 08 Oktober 2019 | 13:37 WIB
Mohamad Imron, korban Pasung di Blitar. (Suara.com/Agus H)

SuaraJatim.id - Mohamad Imron, sudah 2 tahun dipasung di rumahnya di Desa Gandekan, Kecamatan Wonodadi, Jawa Tengah, Kabupaten Tulungagung. Dia satu dari 9 penderita gangguan jiwa di Blitar yang belum bebas dari pasungan.

Suara.com bertandang ke rumah Imron ditemani relawan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur, Senin (7/10/2019) sore kemarin.

Dari jalan arteri yang menghubungkan Kota Blitar dan Kota Kediri, kami berbelok ke sebuah jalan desa sejauh sekitar 3 kilometer untuk sampai ke sebuah rumah kecil yang berada di tengah sebuah kompleks pemukiman warga.

Hanya di bagian belakang rumah itu terlihat lampu menyala, yaitu di sebuah bangunan kecil di samping dari bagian belakang rumah namun menempel di bangunan utama rumah. Seorang perempuan paruh baya membuka pintu dapur dan mempersilahkan kami masuk ke dapur setelah menanyakan maksud kedatangan kami. Di dalam sebuah ruangan sempit berukuran sekitar 3x3 meter itu seorang pria tua berperawakan kecil tergopoh-gopoh menyalami kami sembari membenarkan kancing baju batiknya yang lusuh.

Baca Juga: Klaim Ayah Pasung Sang Anak karena Sayang

“Sejak pulang dari Malaysia sekitar tiga tahun lalu dia jadi begitu, otaknya ada yang konslet,” sambut Ratinah, ibu dari Imron saat kami datang dan mulai bertanya soal anaknya.

Ratinah berusia 54 tahun, dia perempuan paruh baya yang memakai kain penutup rambut. Sementara ayah Imron adalah pria tua bertubuh kecil yang kesulitan berjalan itu, Slamet (65). Sehari-hari mereka tinggal bertiga di rumah itu, Imron di ruang tamu sementara Ratinah dan Slamet di ruangan kecil yang menyatu dengan dapur.

“Tapi sekarang sudah mendingan. Saya biasa ngobrol dengan dia, ya normal saja," sambung Ratinah.

Sejak beberapa bulan yang lalu Imron dipindahkan ke ruang tamu. Sebelumnya, dia ditempatkan di kandang kambing di belakang rumah dengan kaki dipasung.

Ratinah bergegas ke ruang tamu melalui jalan dapur. Relawan DKR membuka pintu depan, pintu ruang tamu. Cahaya dari lampu 4 Watt yang nyalanya sudah redup itu samar menerpa wajah Imron yang duduk di tikar kusam di lantai tanah. Wajah Imron datar.

Baca Juga: Pengakuan Bapak Pasung Anaknya di Tangsel: Saya Terpaksa

“Halo bro!” salam relawan DKR yang tiba-tiba mengubah wajah datar Imron dengan sedikit senyuman.

Load More