Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 15 Oktober 2019 | 19:59 WIB
Dokter Zulkifli S Ekomei penggugat pelantikan Presiden Jokowi. [Suara.com/Arry Saputra]

SuaraJatim.id - Pria yang menuding pelantikan presiden tidak sah, Dokter Zulkifli S Ekomei mengatakan, tudingannya tersebut merupakan salah satu hal yang sangat penting dan mendesak mendasari proses pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.

Menurutnya, jika pelantikan presiden terpilih tetap dilaksanakan maka menabrak Pasal 62 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen.

"Karena kalau 20 Oktober ini presiden dan wakil presiden terpilih tetap dilantik, maka jelas di situ menabrak pasal 6A ayat 3 UUD 1945 (hasil amandemen)," kata dia kepada kontributor Suara.com, Selasa (15/10/2019).

Ia mengatakan, dalam UUD 1945 pasal 6A ayat 3 ada ketentuan presiden dan wakil presiden bisa dilantik apabila di semua provinsi tidak boleh kalah di bawah 20 persen. Sementara di wilayah Aceh dan Sumatera Barat tidak memenuhi syarat itu.

Baca Juga: Pelantikan Jokowi Dituding Tidak Sah, Dokter Zul: Ada Pemalsuan di UUD 1945

"Bahwa tidak boleh pemenang itu kalah di bawah 20 persen. Ada memang suara bahwa itu sudah direvisi oleh Mahkamah Konstitusi," ujarnya.

Mantan anggota DPRD Surabaya di era Orde Baru ini juga mengatakan jika di awal polemik sudah di-counter Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra bahwa ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatakan hal itu berlaku, kalau pesertanya lebih dari dua.

Namun, menurutnya, MK tidak berwenang mengubah UUD kecuali melalui sidang MPR perubahan UUD. MK hanya berwenang mengadili masalah UU bertentangan apa tidak dengan UUD.

"Padahal kita tahu MK tidak berhak mengubah UUD, yang berhak adalah MPR," jelasnya.

Apabila pelantikan presiden tetap dilanjutkan dengan menggunakan undang-undang saat ini, kata Zulkifli, seharusnya tak menggunakan UUD 1945 karena dianggap berbeda isinya.

Baca Juga: Pelantikan Jokowi Digugat ke Pengadilan, Ini Kata KPU

"Dan saya sebetulnya kalau mereka masih berlanjut dengan UUD sekarang, jangan pakai nama UUD 45. Karena memang beda isinya," kata dia.

Load More