Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Sabtu, 02 November 2019 | 20:32 WIB
Aliran Sungai Bengawan Solo mengering. [Suara.com/Tofan Kumara]

Hal yang sama dirasakan Aminatun (49), yang memiliki usaha warung kopi di desa Jrebeng. Untuk kebutuhan masak dan minum, Ia harus membeli air isi ulang atau membeli dari penjual air sumur dari desa tetangga.

"Ya, saya beli air isi ulang atau beli dari penjual air bersih untuk warung kopi saya. Air PDAM milik BUMdes yang ada tidak bisa untuk di minum," ucap Aminatun.

Dengan kondisi seperti ini, Aminatun berharap Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Gresik memberikan kembali bantuan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

"Bantuan air bersih dari BPBD Pemkab sudah diberikan ke warga tapi sudah lama, kira-kira bulan lalu, itupun hanya satu dua tangki air bersih, hanya cukup satu dua hari saja. Warga berharap bantuan air bersih lagi selama musim kemarau ini untuk kebutuhan sehari-hari," kata Riyatun.

Baca Juga: Langka, Bengawan Solo di Kabupaten Gresik Kering

Petani Rugi

Selama tiga bulan Bengawan Solo mengering, warga Desa Jrebeng terutama petani, merugi puluhan juta rupiah akibat gagal panen pada sektor pertanian dan peternakan.

Puluhan hektare sawah di Desa Jrebeng mengering. Petani tidak bisa menanam padi atau tanaman lainnya.

Air dari Bengawan Solo tidak bisa mengalir karena kering. Pun demikian dengan tambak-tambak di Desa Jrebeng.

Sutrisno (35) menceritakan, keringnya Bengawan solo ini berimbas pada pertanian dan tambak. Petani tidak bisa bercocok tanam disebabkan tidak ada air untuk dialirkan ke sawah. Sedangkan petambak tidak bisa beternak ikan karena kesulitan air.

Baca Juga: Kekeringan, Warga Jebreng Salat Istisko di Tengah Bengawan Solo

Aliran Sungai Bengawan Solo mengering. [Suara.com/Tofan Kumara]

"Petani dan petambak mengambil air Bengawan dengan diesel untuk mengaliri lahan dan tambak. Bengawan kering, lahan semua jadi kering, kita tidak bisa apa-apa," kata Sutrisno, Sabtu (2/11/2019).

Load More